Kamis, 05 Maret 2015

resensi novel



KARYA TULIS ILMIAH
ANALISIS NOVEL "AYAH MENYAYANGI TANPA AKHIR"
KARYA KIRANA KEJORA
OLEH : IBU IKHSAN NURIYAH, S.Pd.


Disusun Oleh :
ANNISA NUR SEPTIYANI       (10521/XI IPS 4)
ASFAHANA NOVANTI            (10533/XI IPS 4)
YESI OKTARINA                   (10766/XI IPS 4)

SMA NEGERI SEDAYU BANTUL
TAHUN AJARAN 2014/2015


KATA PENGANTAR
Kami memanjatkan puji syukur kehadirat tuhan yang Maha Esa, berkat rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penelitian ini dapat kami selesaikan dengan baik. Diman dalam karya ilmiah ini kami melakukan penelitian pada novel “Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.
Kami sadar bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan.
Karya ilmiah ini belum dapat mengatasi secara tuntas permasalahan yang diteliti. Oleh karena iti, saran dan kritik dari siapa pun datangnya akan kami terima dengan senang hati. Semoga karya tulis bermanfaat bagi pembaca dan semoga ALLAH SWT memberikan rahmat serta hidayahnya kepada kita semua.


Yogyakarta,  Maret 2014                      

Penyusun








DAFTAR ISI






















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kirana Kejora lahir di Ngawi, 2 Februari 1972 mulai menulis sejak usia 9 tahun. Lulusan Cumlaude Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Sebelum memutuskan sebagai penulis penuh waktu, Kirana adalah peneliti Sosial Ekonomi Perikanan Unibraw 1991-1993, Staff pengajar pada SMK Dipasena Citra Darmaja, Lampung 1996-2000, Staf Ahli Sosial Ekonomi proyek Management Monitoring Cosultant JBIC-DPK di Sulawesi Tenggara 2000-2001 Staff pengajar pada Universitas Hang Tuah Surabay 2003-2004,wartawati tabloid Infotainment, pemakalah seminar wajah kepengarangan muslimah nusantara di Malaysia tahun 2009, telah menulis 40-an script film tv, script writer film layar lebar Munajat Cinta Sang Gibran dan hasduk script writer film layar lebar munajat cinta sang gibran dan hasduk berpola, buku kepak Elang Merangkai Eidelweis, Selingkuh, Perempuan dan Daun, Elang, Bintang Anak Tuhan, Querido, Air Mata Terakhir Bunda (best seller dan be a movie),serta novel  ke 17 nya yaitu ayah menyayangi tanpa akhir.
     "Novel ke 17 ini berdasar kisah nyata tentang mensyukuri & menikmati arti kesepian, kehilangan. Pada saatnya kita memang harus sendiri." 

     Demikian tulis Kirana Kejora di lembar-lembar awal novelnya ini, novel yang mengisahkan tokoh bernama Arjuna Dewanga (Juna) seorang ayah muda yang harus menjadi orang tua tunggal karena ditinggal istri tercintanya yang meninggal saat melahirkan anaknya semata wayang.

     Arjuna Dewanga awalnya mungkin tak pernah menduga ia akan menikah muda untuk kemudian menjadi orang tua tunggal. Ketika masih kuliah di Jogya Arjuna berpacaran dengan Keisha Maizuki, gadis Jepang yang sedang mengikuti program penelitian dan pertukaran mahasiswa di jurusan arkeologi FIB UGM. Sayangnya hubungan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. Tidak ingin cinta mereka kandas mereka memutuskan untuk menikah dalam usia muda walau tanpa restu dari orang tua masing-masing.

     Pernikahan mereka membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Rajendra Mada Prawira atau kerap dipanggil Mada. Sayangnya Kiesha meninggal saat melahirkan Mada hingga akhirnya Juna harus sendirian mengurus putranya seorang diri dengan dibantu oleh dua orang pembantunya yang setia.Sepeninggal istrinya, Juna memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama anak dan dua orang pembantunya.
     Novel ini menceritakan dengan detail bagaimana Juna membesarkan anaknya mulai dari bayi hingga beranjak remaja dengan segala suka duka dan tantangan-tantangan yang dihadapi seperti bagaimana menghadapi Mada yang sakit, mengantar Mada ke sekolah untuk memperingati hari Ibu, bagaimana Juna menghadapi perubahan- perubahan fisik dan cara berpikir Mada yang mulai menginjak remaja, hingga perjalanan napak tilasnya ke Jogya dan Solo bersama Mada untuk menjejaki tempat-tempat dimana Juna dan Keisha pernah menikmati kebahagiaan sebagai sepasang suami istri.
     Novel ini termasuk novel yang di angkat berdasarkan kisah nyata, selain itu bahasa yang di gunakan dalam novel ini mudah di pahami oleh semua usia, sehingga memudahkan bagi pembacanya. Yang pasti kisah dalam novel ini membuat kita memahami akan arti kesendirian, kesetiaan,hubungan antara ayah dan anak, pengorbanan, perjuangan hidup, dan cinta ayah yang tak akan pernah berakhir pada anaknya. Dan muatan ensiklopedisnya membuat novel ini menjadi novel yang memberi banyak pengetahuan kepada pembacanya.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
      Mengapa ayah menyayangi tanpa akhir?
C. RUMUSAN MASALAH
     1. Bagaimana amanat yang terdapat dalam novel ‘’ ayah menyayangi tanpa akhir’’ karya Kirana Kejora?
     2. Bagaimana latar yang terdapat dalam novel “ ayah menyayangi tanpa akhir” karya Kirana Kejora ?
     3. Apa alur yang di gunakan dalam novel “ayah menyayangi tanpa akhir” karya Kirana Kejora?

D. TUJUAN
     1. Mendeskripsikan amanat dalam novel” Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.
     2. Mendeskripsikan latar yang di terdapat dalam novel”Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.
3. Mendeskripsikan alur yang digunakan dalam novel” Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.

BAB II
KAJIAN TEORI

 Karya sastra terdiri dari Puisi, Prosa, Drama
            Puisi adalah bentuk karangan yang terikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat. Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
            Prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang bebas, tidak terikat oleh rima, irama, dan kemerduan bunyi  seperti puisi. Bahasa prosa seperti bahasa sehari-hari.
            Drama adalah salah satu jenis karya sastra yang mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan karya sastra jenis lain, yaitu unsur pementasan yang
mengungkapkan isi cerita secara langsung dan dipertontonkan di depan umum.
Meskipun demikian, ada juga naskah drama yang sifatnya hanya untuk dibaca
atau sering disebut closed drama.

          Unsur intrinsik novel
Unsur-unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah sebagai berikut:
  1)    Tema, adalah gagasan utama yang menjiwai keseluruhan cerita. Biasanya tema dalam cerita dituliskan secara tersirat (secara tidak langsung).

  2) Alur atau plot, adalah jalannya cerita yang memiliki hubungan sebab akibat.
          Macam-macam alur:
          -    Alur konvensional atau maju atau progresif. Cerita diceritakan secara kronologis atau runut dari awal sampai akhir
          -    Alur konvensional atau mundur atau flashback. Cerita dengan menoleh ke belakang atau membayangkan masa lalu
          -    Alur campuran atau maju-mundur. Campuran dari cerita maju dan mundur.
Tahapan pengaluran:
          -    Perkenalan. Dalam tahapan ini, penulis memperkenalkan tokoh-tokoh dan latar cerita
          -    konflik. Mulai timbul permasalahan
          -    klimaks. Masalah memuncak
          -    antiklimaks. Masalah mulai menurun karena sudah ada penyelesaian masalah
          -    penyelesaian. Akhir dari cerita, apakah berakhir bahagia, sedih, atau dibuat menggantung.

  3)    Setting atau latar
Dalam novel latar dibedakan menjadi tiga macam yaitu latar tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat berkaitan dengan masalah geografis, di mana peristiwa-peristiwa dalam novel itu terjadi. Latar waktu berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam, maupun historis. Latar suasana berkaitandengan suasana yang terjadi dalam novel tersebut yang barkaitan dengan tokoh.

  4) Tokoh dan penokohan.
Tokoh adalah pelaku yang memerankan cerita, sedangkan penokohan adalah karakter atau sifat atau watak dari tokoh. Untuk mengetahui karakter tokoh bisa dengan cara:
          - analitik, yaitu karakter tokoh diceritakan secara eksplisit oleh penulis
          - dramatik, yaitu karakter tokoh diceritakan secara tersirat oleh penulis bisa dengan menggambarkan bentuk lahir, menggambarkan jalan pikiran dan perasaan tokoh, menggambarkan reaksi tokoh lain, atau menggambarkan keadaan di sekitar tokoh.

Penokohan adalah watak dari tokoh yang memainkan cerita.
Ada tiga jenis penokohan, yaitu:
           a.    Protagonis, adalah tokoh utama yang pada umumnya berkarakter baik, jadi idola atau pahlawan
           b.    Antagonis, adalah tokoh utama yang pada umumnya berkarakter jahat, lawan dari tokoh protagonis
            c.    Tritagonis, adalah tokoh pemeran pembantu, sebagai figuran, posisinya netral dalam cerita.

  5) Sudut pandang atau point of view
adalah posisi penulis dalam cerita.
          a. Orang pertama. Penulis berposisi sebagai ‘aku’ dalam cerita. Penulis seolah-olah menceritakan kehidupan dia sendiri
          b. Orang ketiga. Penulis berposisi sebagai pencerita dan berada di luar cerita. Penulis menggunakan ‘dia’ atau kata ganti orang ketiga.

  6)    Gaya bahasa
adalah pilihan kata yang dipakai oleh penulis dalam cerita untuk menghidupkan dan memperindah cerita. Gaya bahasa berfungsi sebagai penyampaian gagasan dan perasaan pengarang. Gaya meliputi penggunaan diksi (pilihan kata), imaji (citraan), dan sintaksis (pilihan pola kalimat).
Macam-macam Gaya Bahasa adalah sebagai berikut:

Ø  PersonifikasI adalah gaya bahasa yang mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara memberikan sifat -sifat seperti manusia.
Ø  Simile (perumpamaan) adalah gaya bahasa yang mendeskripsikan sesuatu dengan penibaratan.
Ø   Hiperbola adalah gaya bahasa yang mendeskripsikan sesuatu dengan cara berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan.

  7)    Amanat, adalah pesan yang hendak disampaikan penulis kepada pembaca
  8) Nilai
          Nilai yang dimaksud yaitu nilai peresepsi dan beberapa pengertian yang diperoleh lewat sastra seperti nilai pendidikan, agama,budaya, sosial. Pada akhirnya kita akan tahu bahwa seluruh jalinan cerita ditunjukan untuk membangun nilai-nilai tersebut. Niali merupakan gambaran mengenai apapun yang diinginkan pantas berharga yang mempengaruhi perilaku dari perilaku dari nilai orang yang memiliki nilai itu. Niali adalah banyak sedikitnya mutu sifat atau hal-hal penting yang berguna bagi manusia.
          Nilai dibagi menjadi 3 yaitu:
a)    Nilai Sosial
merupakan segala sesuatau yang dianggap berharga oleh masyarakat. pengertian nilai sosial juga merupakan anggapan masyarakat tentang  sesuatu yang diharpakan, indah, dan benar.
b)    Niali Moral
merupakan kebaikan yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan (karsa, etika)
c)    Nilai Religius
merupakan nilai ketuhanan, kerohanianyangtertinggi dan mutlak.








BAB III
PEMBAHASAN


1. Amanat yang terdapat  dalam novel " Ayah Menyayangi Tanpa Akhir" karya Kirana Kejora.

1.    Kadang kenyataan itu tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Pada saatnya kita memang harus sendiri, kehilangan orang yang kita sayangi, namun kehidupan harus tetap berjalan untuk diri sendiri dan orang lain.

" Pada saatnya kita memang harus sendiri. Maka sebelum saat kesendirian itu tiba, alangkah baiknya kita bisa memberi dengan hati, berbagi dengan nurani untuk anak-anak yang memebutuhkan kita tanpa melihat mereka siapa dan dari mana aslanya".

2.    Menolong sesama tidak memandang siapa kita dan apa pekerjaan kita.

Namun betapa hebatnya beliau, orang kecil yang selalu ingin memberi dan memberi”.

3.    Orang tua yang bertanggung jawab atas anaknya.

“Orang tua harus menyiapkan masa depan anaknya engan baik, jangan sampai malah menggantungkan hidup ke anaknya. Orang tua harus bertanggung jawab atas anak-anaknya”.



2. Latar yang terdapat dalam novel” Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.


A.   Latar Tempat.
1.    Panti asuhan
“ Sebuah panti asuhan yang nampak asri dengan banyak nya tanaman bunga mawar dan anggrek di dalam pot maupun pohon-pohon akasia yang tumbuh lebat di sepanjang jalan masuknya”.
“Panti asuhan tempat Juna merayakan ulangtahun Mada”.

2.    Di jalan Dr. Sahardjo menuju Dr. Soepomo.
“ Di jalan Dr. Sahardjo menuju Dr. Soepomo, ia berusaha menghibur hati dengan mengingat beberapa kenangan indah bersama Mada kecil”.
“Jalan yang di lalui Juna setelah meninggalkan Panti Asuhan”.

3.    Rumah Juna.
“ Langkah tegap pengemudi mobil yang baru saja turun, menginjak bebatuan jalan setapak di taman depan rumah yang di hiasi beberapa bonsai mahal.
“Tempat tinggal Juna bersama Mada, Mbok Jum dan Pk Ri”.
4.    Kamar.
“ Juna langsung masuk ke sebuah kamar yang berada di bawah tangga”.
“Juna masuk ke kamar Mada untuk mengingat kenangan ketika bersama Mada”.


5.    Di ruang kerja.
“ Juna masih sibuk dengan hitungan sekian angka dan rumus-rumus kimia di ruang kerjanya”.
“Saat itu Juna masih sibuk bekerja, tiba-tiba Mada datang menghampirinya”.

6.    Yasukuni-dori di Kanda-Jimbocho.
“ Di musim semi itu, dua insan yang sedang di mabuk asmara menyusuri Yasukuni-dori di Kanda-Jimbocho. Juna merasa masuk ke masa silam Tokyo.
“Perjalanan Juna dan Keisha saat pergi ke Jepang untuk meminta restu orang tua Keisha”.

7.    Warung sake.
“ Juna mengangguk, menerima ajakan Keisha ke warung tenda dekat mereka. Lalu mereka minum sake berdua, sambil terus berpikir bagaimana menhadapi sikap konvensionalnya”.
“Sebelum menemui orang tua Keisha mereka minum sake berdua”.

8.    Mesjid daerah Kuningan Karang Malang.
“ Pernikahan tanpa restu keluarga kedua belah pihak itu berlangsung di sebuah mesjid kecil di daerah Kuningan Karang Malang, dekat dengan rumah kontrakan Juna”.
“Mesjid tempat Juna dan Keisha melangsungakan pernikahan mereka”.

9.    Di rumah sakit.
“ Begitu pintu kamar oprasi terbuka, dokter Fanan nampak menatap semua mata yang bertanya dan berharap, menunggu jawaban baiknya”.
“Rumah sakit tempat Keisha melahirkan”.

10. Cibubur Plaza.
“ Kita ke CibuburPlaza ya. Ada lomba Tamiya di sana”.
“Saat Juna menghibur mada yang kesal, dan mengajak Mada ke tempat Lomba Mobil Tamiya.



11. Curug Tujuh.
“ Pagi itu mereka berangkat ke hutan wisata air terjun, Curug Cilember yang juga di kenal dengan nama Curug Tujuh, sebuah wisata air terjun di kawasan puncak”.
“Tempat Juna dan Mada liburan bersama ke Curug Tujuh”.

12. Restoran.
“ Ia turun dari sebuah taxi mewah dengan santai menuju restoran romantis, bagian dari sebuah homestay.
“Tempat Juna tiap Tahun meraykan hari jadinya bersama Keisha”.

13.Kawasan Sirkuit Sentul.
“ Sampai di kawasan Sirkuit Sentul, Juna menghentikan motornya”.
“Saat Mada mengendarai mobil dan menabrak orang Juna datang menemui Mada”.

14. Malioboro.
“ Kita makan siang di Malioboro sambil jalan-jalan!”.
“Tempat Juna dan Mada makan siang sebelum kembali ke homestay”.

15. Bukit Bintang.
“ Sore itu Mada dengan langkah gontai, wajah malas, mata masih berat terbuka lebar, terpaksa mengikuti langkah juna brjalan menuju bukit sambil menenteng camera-nya”.
“Saat Juna mengulur waktu agar tidak cepat pergi keSolo”.

16. Angkringan.
“ Lokasi angkringan Tugu dekat Malioboro itu memang sangat ramai. Juna dengan semangat merangkul Mada berjalan menuju angkringan Lik Man”.
“Tempat Juna dan Mada makan malam”.

17.  Candi Prambanan.
“ Juna menepikan mobilnya, tepat di depan pintu gerbang Candi Prambanan”.
“Juna dan Mada menonton pertunjukan Sebdratari Ramayana di Candi Prambanan”.

18. Kampung Batik Kauman.
“ Malam itu mereka menginap di sebuah homestay di daerah Kampung Batik Kauman”.
“Tempat Juna dan Mada mengianap selama di Solo”.

19. Candi Cetho.
“ Juna menunjuk Candi Cetho dengan keheningannya, kebeningannya berada di atara awan, seperti mengajak mereka untuk naik, menyentuh langit. Lalu ia memarkir mobil di depan gerbang candi”.
“Candi yang di kunjunngi Juna dan Mada saat berada di Solo”.

20.  Villa Elang Matahari.
“ Pagi itu mereka sama-sama tidak masuk kerja. Di teras depan Villa Elang Matahari milik Juna di kawasan Puncak Pass mereka minum kopi berdua”.
“Villa tempat Juna dan Dean membicarakan solusi untuk menyembuhkan penyakit Mada”.

21.  Area balap mobil.
“ Juna mengucap doa. Mada dengan tenang melanjutkan mobil yang semakin cepat mengintari sirkuit dengan lihai dan nampak sempurna. Juna sangat takjub, karena selama ini Mada hanya terlibat beberapa kali latihan saja”.
“Tempat terakhir Mada bersama Juna sebelum akhirnya Mada pergi untuk selamanya”.

22. Sabang.
“ Juna memilih tinggal di Sabang, kota di kilometer zero ujung terbarat Indonesia yang berada di Pulau Weh”.
“Tempat dimana Juna memutuskan untuk tinggal di sana setelah kepergian Mada”.

B.    Latar Waktu.
1.    Malam hari.
“ Malam itu, sepulang dari kantor, wajah letihnya terasa segar kembali saat ia akan mengganti celana Mada”.
“Juna mengganti celana Mada yang terkena ompol”.

2.    Senja.
“ Sebuah mobil mewah, namun senja itu pengemudinya merasa tidak gagah, gagal menjadi pemenang karena dukanya masih begitu dalam”.
“Juna masih merasa berduka karena kepergian Mada”.

3.    Musim semi.
“ Di musim semi itu, dua insan yang sedang dimabuk asmara menyusuri Yasukuni-dori di Kanda-Jimbocho.
“Saat Juna dan Keisha pergi ke Jepang untuk meminta restu orang tua Keisha”.

4.    Tengah malam.
“ Tengah malam itu Keisha minta Juna membelikan gudeg langganan mereka”.
“Saat Keisha ngidam, meminta Juna untuk membelika gudeg langganan mereka”.

5.    Malam menuju pagi.
“ Hingga malam menuju pagi, terdengar rintihan samar-samar di telinga Juna yang tertidur di karpet, di samping kanan Keisha”.
“Waktu Keisha pendarahan     dan Juna membawa Keisha ke rumah sakit”.

6.    Siang hari.
“ Kejadian di sekolah siang itu membekas di hati Mada”.
“Nesa bercerita kepada Mada tentang betapa bahagianya memiliki ibu”.

7.    Hari Minggu.
“ Hari Minggu adalah hari buat Mada. Juna berkomitmen untuk keluarga kecilnya. Ia tidak akan berbagi pekerjaannya dengan Mada di hari libur”.
“Hari itu Juna dan Mada menghabiskan akhir pekan besama”.

8.    Pagi hari.
“ Pagi itu mereka berangkat ke hutan wisata air terjun, Curug Cilember juga di kenal dengan nama Curug Tujuh, sebuah wisata air terjun di kawasan puncak.
“Mada dan Juna akan berlibur ke Wisata air terjun Curug Tujuh di kawasan Puncak”.

9.    Malam hari.
“ Malam syahdu, membuat Juna merasa rindu. Jarum jam tangannya sudah mulai menuju ke angka sepuluh”.
“Malam itu Juna merasakan rindu pada Keisha”.

10. Sore hari.
“ Sore yang cerah dengan eksotis pemandangan gunung-gunung yang indah”.
“Pemandangan di daerah Bukit Bintang ketika Juna dan Mada berlibur di Yogyakarta”.


C.    Latar Suasana.
1.    Hening.
“ Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun rintik-rintik , membuat Juna terpaksa meninggalkan taman sebuah panti asuhan di bilangan Tebet Baratitu dengan segera”.
“Juna merasa sdih karena hari itu adalah hari ulang tahun Mada setelah kepergian Mada untuk selamanya”.

2.    Gembira.
“ Juna gembira sekali melihat Mada sudah mau minum susu di gelas”.
“Juna gembira karena Mada sudah mau minum susu di gelas”.

3.    Rasa bersalah.
“ Junamenatapnya dengan sedih, merasa sangat bersalah, karena lembur semalam suntuk, hingga bangun kesiangan, dan tidak sempat memandikan Mada seperti biasanya”.
“Juna merasa bersalah karena ia tidak bisa memandikan Mada seperti biasanya, karena ia sangat sibuk dengan pekerjaannya”.

4.    Terharu.
“ Semua yang hadir terharu. Mereka bertepuk tangan memberi apresiasi bagus, karena Mada satu-satunya murid yang berpuisi tanpa membawa teks”.
“Semua terharu karena hanya Mada yang membaca puisi tanpa menggunakan teks”.


5.    Kesal.
“ Juna lalu pergi begitu saja. Mbok Jum semakin kesal bukan karena Juna lupa tidak memberinya uang untuk ulang tahun mada, namun sikap Juna yang cuek dan adem ayem dengan ulang tahun Mada yang membuatnya marah”.
“Mbok Jum kesal, karena Juna cuek dengan ulang tahun pertama Mada karena kesibukannya”.

6.    Bingung.
“ Juna kaget dan bingung dengan tanya Mada”.
“Juna Kaget karena Mada bertanya tentang mengapa surat yang ia kirim pada ibunya tidak di balas-balas”.

7.    Sedih.
“ Mada . . . . . Mada kangen ibu . . . . . surat Mada tidak pernah dibalasnya........”.
“Mada kange dengan ibunya, dan surat yang ia kirim tidak pernah di balas”.

8.    Malu .
“ Juna tersenyum, ia tahu apa yang membuat Mada bingung dan merasa malu”.
“Saat pertama Mada mengalami masa pubertas, dan membuat Mada merasa malu”.
9.    Senang.
“ Juna senang melihat Mada menikmati pengembaraan kecil mereka. Sejenak melupakan keinginan ke rumah eyangnya”.
“Juna senang karena Mada menikmati perjalanan mereka, dan Mada tidak mengingat tentang eyangnya”.

10. Panik.
“ Terdengarsebuah gelas pecah. Tak berapa lama pintu terbuka. Juna sangat shock melihat Mada terkulai lemas di balik pintu dengan hidung mengucurkan darah segar. Sebagian dadanya basah oleh darah”.
“Juna panik, karena terdengar gelas pecah dari dalam kamar Mada’.

11. Menegangkan.
“ Juna marah, memegang krah baju Dean di ruang praktek dokter spesialis itu beberapa hari setelah Mada diambil darahnya dan harus di rawat inap”.
“Juna masih tidak percaya dengan hasil pemeriksaan penyakit Mada yang ternyata Mada terkena Kanker Otak stadium akhir”.

12. Lengang.
“ Suasana di rumah kayu itu begitu lengang. Dean sengaja mengajak Juna berbicara empat mata demi Mada setelah Juna mulai menyadari ketakutannya menerima kenyataan justru akan memperparah sakit anaknya”.
“Dean berusaha menenangkan Juna dan berbicara pada Juna untuk bersama-sama menyembuhkan penyakit Mada”.

13. Bahagia.
“ Juna mengarahkan HP ke wajah mereka yang bersentuhan. Ia lalu membuka tutp botol champagne, merayakan kemenangan pagi itu. Dengan tersenyum lepas, Mada merangkul erat ayahnya”.
“Saat ulang tahun ke 17 Mada, dan Mada meminta agar ia bisa merayakan nya dengan balap mobil di Sirkuit Sentul”.

14. Panik.
“ Juna sangat panik, menepuk-nepuk kedua pipi Mada. Spontan berhamburan tim sirkuit yang berada di dekat mereka, menghampiri podium. Juna merasakan suasana yang tak jelas, dan tanah yang dipijaknya terasa terguncang hebat”.
“Ketika mereka selesai balapan dan tiba-tiba Mada jatuh pingsan meninggalkan Juna untuk selamanya”.


3. Alur yang digunakan dalam novel "Ayah Menyayangi Tanpa Akhir" karya Kirana Kejora.
 Alur yang digunakan adalah Alur Campuran.
" Arjuna Dewangga menceritakan masa lalunya ketika bersama Keisha Mizuki dan Rajendra Mada Prawira sebelum mereka pergi meninggalkan Arjuna Dewangga untuk selamanya. Dalam novel tersebut menceritakan kebersamaan antara ayah dan anak yang salingan mengisi satu sama lain. Lalu dalam novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir kembali menceritakan kehidupan Arjuna Dewangga dalam kesendiriannya setelah kehilangan Keisha Mizuki dan Rajendra Mada Prawira".

























BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan



















SINOPSIS

"Novel ke 17 ini berdasar kisah nyata tentang mensyukuri & menikmati arti kesepian, kehilangan. Pada saatnya kita memang harus sendiri." 

Demikian tulis Kirana Kejora di lembar-lembar awal novelnya ini, novel yang mengisahkan tokoh bernama Arjuna Dewanga (Juna) seorang ayah muda yang harus menjadi orang tua tunggal karena ditinggal istri tercintanya yang meninggal saat melahirkan anaknya semata wayang.

Arjuna Dewanga awalnya mungkin tak pernah menduga ia akan menikah muda untuk kemudian menjadi orang tua tunggal. Ketika masih kuliah di Jogya Arjuna berpacaran dengan Keisha Maizuki, gadis Jepang yang sedang mengikuti program penelitian dan pertukaran mahasiswa di jurusan arkeologi FIB UGM. Sayangnya hubungan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. Tidak ingin cinta mereka kandas mereka memutuskan untuk menikah dalam usia muda walau tanpa restu dari orang tua masing-masing.

Pernikahan mereka membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Rajendra Mada Prawira atau kerap dipanggil Mada. Sayangnya Kiesha meninggal saat melahirkan Mada hingga akhirnya Juna harus sendirian mengurus putranya seorang diri dengan dibantu oleh dua orang pembantunya yang setia.

Sepeninggal istrinya, Juna memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama anak dan dua orang pembantunya. Karir Juna sebagai seorang apoteker melejit dan dengan usahanya sendiri ia menjadi eksekutif muda yang sukses yang dengan segala kesibukannya tetap memperhatikan Mada. Juna adalah sosok pria pekerja keras, dengan ketampanan dan kekayaannya  ia banyak dikagumi para wanita. Namun tekad Juna sudah bulat, ia memilih tidak menikah dan mengurus  Mada sendirian. Ia memilih menjadi seorang ayah sekaligus Ibu yang mencintai dan membesarkan Mada dengan cintanya yang tiada berakhir. 

Novel ini menceritakan dengan detail bagaimana Juna membesarkan anaknya mulai dari bayi hingga beranjak remaja dengan segala suka duka dan tantangan-tantangan yang dihadapi seperti bagaimana menghadapi Mada yang sakit, mengantar Mada ke sekolah untuk memperingati hari Ibu, bagaimana Juna menghadapi perubahan- perubahan fisik dan cara berpikir Mada yang mulai menginjak remaja, hingga perjalanan napak tilasnya ke Jogya dan Solo bersama Mada untuk menjejaki tempat-tempat dimana Juna dan Keisha pernah menikmati kebahagiaan sebagai sepasang suami istri.
Tidak banyak konflik yang terjadi di sepanjang novel yang terbagi dalam 46 bab ini. Kalaupun ada konflik antara tokoh-tokohnya semua terselesaikan dalam satu atau bebarapa bab yang dalam setiap babnya hanya menghabiskan 3-5 halaman saja.

Novel ini  tidak sekedar menceritakan bagaimana suka duka seorang ayah membesarkan anak semata wayangnya seorang diri dan gambaran cinta seorang ayah terhadap anaknya saja namun novel ini juga kaya dengan muatan-muatan ensiklopedis tentang banyak hal yang membuat pembaca terbuka wawasannya baik secara filosofis maupun pengetahuan.

Seiring perjalanan tokoh Juna dengan Mada yang merupakan tokoh sentral dalam novel ini, penulis memasukkan banyak sekali ragam pengetahuan bagi pembacanya mulai dari filosofi elang dan filosifi baju tradisional Jawa, kota buku Jimbocho dan perayaan Hanami di Jepang, perjalanan sebuah grup band rock, keraton Pakubuwana, sejarah warung angkringan sego kucing, candi sukuh, prambanan dengan sendratari Ramayana, profil Gajah Mada,  dan  masih banyak lagi.

Ragamnya muatan enskiklopedis dalam novel ini di satu sisi memang dapat menambah wawasan pengetahuan pembacanya namun di sisi lain dapat membuat alur cerita dari novel ini menjadi  tersendat karena adanya paragraf-paragraf yang menjelaskan tentang hal-hal di atas. Bagi mereka yang menyukai kisah dengan alur kisah yang mengalir dan dramatik kehadiran muatan ensiklopedis dalam novel ini dapat dianggap sebagai hal yang cukup mengganggu.

Sebaliknya bagi mereka yang menyukai novel yang tidak hanya menyuguhkan sebuah drama kehidupan semata novel ini dapat menjadi pilihan terbaik. Kisah dengan muatan budaya, filosofi, sejarah, dan pengetahuan dalam buku ini membuat novel ini sangat baik dibaca oleh para pelajar atau siapa saja dan memiliki rentang keterbacaan yang panjang mulai dari usia remaja hinga dewasa. 
Namun terlepas dari semua itu novel ini mendapat sambutan  yang baik dari pembacanya. Menurut penulisnya dua minggu sejak diluncurkan novel ini telah dicetak ulang dua kali dan telah dicetak sebanyak 10 rb eks, dan kabarnya novel ini juga mulai dilirik para filmmaker untuk diangkat ke layar lebar.

Yang pasti kisah dalam novel ini membuat kita memahami akan arti kesendirian, kesetiaan,hubungan antara ayah dan anak, pengorbanan, perjuangan hidup, dan cinta ayah yang tak akan pernah berakhir pada anaknya. Dan muatan ensiklopedisnya membuat novel ini menjadi novel yang memberi banyak pengetahuan kepada pembacanya

Dan akhir kata, seperti yang diungkap penulis buku ini kepada  harian Media Indonesia bahwa novel ini akan mengingatkan kita semua bahwa pada saatnya manusia memang harus sendiri.

"Karenanya jangan menggantungkan diri pada siapa pun, Semua harus dihadapi sendiri, mandiri, tetapi juga bisa memberi. Kita lahir sendiri, kembali kepada-Nya pun sendiri. Artinya, bersiaplah selalu bertanggung jawab atas kehidupan kita sampai nanti".













LAMPIRAN

NO
KALIMAT
HAL
KETERANGAN
1.
"Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun rintik-rintik, membuat Juna terpaksa meninggalkan taman sebuah Panti Asuhan di bilangan Tebet Barat itu dengan segera".
11
Latar Suasana
2.
"Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun rintik-rintik, membuat Juna terpaksa meninggalkan taman sebuah Panti Asuhan di bilangan Tebet Barat itu dengan segera".
11
Latar Tempat
3.
"Panti Asuhan Timur Kejora, merupakan tempat terakhir Mada berbagi".
12
Latar Tempat
4.
"Tahun ini, adalah tahun pertama, Juna merayakan ulang tahun Mada dengan anak-anak panti, tanpa kehadiran putra semata wayangnya yang sangat di cintai secara sungguh dan penuh itu".
12
Latar Waktu
5.
"Senja itu mulai merubung, 10 November 2012".
12
Latar Waktu
6.
"Hanya beberapa menit Juna kuat melihat adegan itu. begitu sampai bait lagu terakhir di nyanyikan hatinya terasa begitu gamang".
14
Latar Suasana
7.
"Dengan dada terasa penuh tusukan ribuan paku baja membara, panas, sakit, ia menahan tangis dan berkata begitu lirih dengan menekan perih bibirnya kuat-kuat".
14
Latar Suasana


8.
"Juna semakain merasakan kesakitan yang luar biasa mendengar suara Ricardo dan Friends dengan lagu melegenda, I Love You Daddy yang secara kebetulan mengudara".
15
Latar Suasana
9.
"Di sepanjang jalan Dr. Sahardjo menuju Dr. Soetomo, ia berusaha menghibur hati dengan mengingat kenangan indah bersama Mada kecil".
17
Latar Tempat
10.
"Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun rintik-rintik, membuat Juna terpaksa meninggalkan taman sebuah Panti Asuhan di bilangan Tebet Barat itu dengan segera
17
Alur
11.
"Malam itu, sepulang dari kantor, wajah letihnya terasa segar kembali saat ia akan mengganti celana Mada".
17
Latar Waktu
12.
"Malam penuh kebodohan, Juna baru sadar persediaan obat-obatan dirumah sudah menipis, dan penurun panas untuk Mada pun habis".
18
Latar Waktu
13.
"Tengah malam Juna baru terbangun dan segera merebahkan Mada di tempat tidur".
18
Latar Waktu
14.
"Tengah malam Juna baru terbangun dan segera merebahkan Mada di tempat tidur".
18
Latar Tempat
15.
"Juna gembira sekali melihat Mada sudah mau minum susu di gelas".
19
Latar Suasana
16.
"Tak berapa lama Mbok Jum yang juga turut senang karena Mada sudah mau minum susu di gelas".
19
Latar Suasana
17.
"Sepontan Juna kaget dan segera menurunkan Mada dari pangkuannya".
20
Latar Suasana
18.
"Patung Dirgantara yang terkenal dengan nama Patung Pancoran itu terasa menunjuk dirinya".
21
Latar Tempat
19.
"Sebuah mobil mewah namun senja itu pengemudinya merasa tidak gagah, gagal menjadi pemenang karena dukanya masih begitu dalam".
21
Latar Waktu
20.
"Sebuah mobil mewah namun senja itu pengemudinya merasa tidak gagah, gagal menjadi pemenang karena dukanya masih begitu dalam".
21
Latar Suasana
21.
"Juna keluar dari kamar tergesa-gesa, sambil memakai dasi, bertanya pada Mbok Jum yang sedang merapikan tas Mada keatas meja belajar majikan kecilnya itu".
22
Latar Tempat
22.
"Juna keluar dari kamar tergesa-gesa, sambil memakai dasi, bertanya pada Mbok Jum yang sedang merapikan tas Mada keatas meja belajar majikan kecilnya itu".
22
Latar Suasana
23.
"Mada terdiam, menundukan kepala, air matanya menetesi seragam sekolahnya
23
Latar Suasana


24.
"Senja kian merubung, langit abu-abu telah menenggelamkan matahari".
27
Latar Waktu
25.
"Langkah tegap pengemudi mobil yang baru saja turun, menginjak bebatuan jalan setapak di taman depan rumah yang dihiasi beberapa bonsai mahal".
27
Latar Tempat
26.
"Juna langsung masuk ke sebuah kamar yang berada di bawah tangga".
29
Latar Tempat
27.
"Bunyi petir yang menyambar langit menelan malam, membuat Juna terbanggun".
33
Latar Waktu
28.
"minum teh sore hari dirumah teh yang nyaman dan asri, menjadi salah satu kebiasaan Juna dan Mada sebagai sarana rekreasi sederhana".
37
Latar Waktu
Latar Tempat
29.
"Sampai dikamar Mada, Juna segera menurunkan bocah yang lumayan hyperactive itu dari punggungnya".
40
Latar Tempat
30.
"Juna tersenyum kecil membaca tulisan tangan Mada".
42
Latar Suasana
31.
"Lalu arah pandangannya tertuju pada sebuah foto Mada kecil memakai baju tokoh pewayangan Gathot Kaca".
42
Alur
32.
"Juna tersenyum lega saat Mbok Jum sudah berada didepan mereka dengan membawa sebuah baju adat pria dari Jawa Tengah".
44
Latar Suasana
33.
"Juna menatap haru melihat Mada sedang tiduran menghadap kedinding, dan Mbok Jum sibuk merayunya. Lalu ita meminta Mbok Jum keluar dari kamar".
51
Latar Suasana
Latar Tempat
34.
“Sontak kepala juna terasa sangat pening”.
53
Latar Suasana
35.
“Good son. Thanks Mada. Kamu rajin kumpulkan semua foto-foto yang berserakan di dalam lemari ayah. Kamu merajut kembali kepingan-kepingan hati ayah yang berantakan......”.
54
Alur
36.
“Juna masih kaget dan terpesona dengan pandangan pertamanya”.
59
Latar Suasana
37.
“Juna mempersilahkan keisha masuk kedalam kamarnya yang lumayan luas”.
60
Latar Tempat
38.
“Juna tersenyum lebar menatap wajah mulus dan bersih perempuan dari negeri matahari terbit itu”.
61
Latar Suasana
39.
“Ibu tidak akan merestui! Kalau kamu nekad dengan perempuan Jepang!”.
67
Latar Suasana
40.
“Perempuan berusia 44 tahun itu marahnya meledak!
67
Latar Suasana
41.
“Sampai kapanpun ibu tidak akan merestui! Kalau kamu tetap memlihnya! Silahkan pergi dari rumah ini!
67
Latar Suasana
42.
“Ibu Juna langsung masuk ke dalam kamar, menangis sejadi-jadinya”.
67
Latar Tempat
Latar Suasana
43.
“Di musim semi itu, dua insan yang sedang di mabuk asmara menyusuri yasukuni-dori di kanda-jimbocho”.
73
Latar Waktu
Latar Tempat
44.
“Pernikahan tanpa restu kelarga kedua belah pihak itu berlangsung di sebuah masjid di daerah Kuningan Karang Malang”.
87
Latar Tempat
45.
“Juna kagum dengan kegigihan dan segala obsesi keisha”.
89
Latar Suasana
46.
“Juna senang dengan nama-nama yang di siapkan keisha”.
90
Latar Suasana
47.
“Tengah malam itu keisha minta Juna membelikan gudeg langganan mereka’.
93
Latar Waktu
48.
“Dengan semangat 45 calon ayah muda itu makin mempercepat laju vespanya, hingga ia sampai di stasiun Tugu”.
94
Latar Suasana
Latar Tempat
49.
“Atap rumah kontrakan mungil nan bersih di daerah Karang Malang itu terlihat gelap di mata Keisha yang mulai berkunang-kunang pandangannya”.
97
Latar Tempat
50.
“Hingga malam  menuju pagi, terdengar rintihan samar-samar di telinga Juna yang tertidur di karpet,di samping kanan Keisha”.
97
Latar Waktu
51.
“Keisha menahan sakit, menatapnya sambil menggigit bibir”.
97
Latar Suasana
52.
“Begitu pintu kamar oprasi terbuka, Dokter Fanan nampak menatap semua mata yang bertanya dan berharap, menunggu jawaban baiknya”.
98
Latar Tempat
Latar Suasana
53.
“Tak berapa lama tangis Juna meledak”.
99
Latar Suasana
54.
“Juna, lelaki tegar bermata elang itu bisa menagis hebat karena hatinya terasa begitu berat, merasa kehilangan sebagian nyawanya”.
99
Latar Suasana
55.
“Mbok Jum kesal. Juna mulai jauh dari mada karena sekian banyak kesibukannya”.
103
Latar Suasana
56.
“Malam itu Juna benar-benar lupa tentang ulang tahun Mada”.
104
Latar Waktu
57.
“Malam itu Mbok Jum membukakan pintu dengan raut wajah kesal dan sedih”.
105
Latar Suasana
58.
“Mbok Jum kesal sekali melihat Juna beberapa bulan terakhir itu selalu pulang malam dalam keadaan mabuk”.
105
Latar Suasana
59.
“Pagi itu Juna terbangun karena ada sebuah tangan mungil menyentuh hidungnya”.
106
Latar Waktu
60.
“Maafkan ayah Mada...maaf...”.
106
Latar Suasana
61.
“Mbok Jum melihat pemandangan yang mengharukan itu dari balik pintu”.
106
Latar Suasana
62.
“Aru tahu kesedihan Mada. Ia membentak nesa, mencoba menetralkan suasana”.
110
Latar Suasana
63.
“Suasana sekolah semakin sepi, Mada kesal dan sedih sekali karena Mbok Jum telad menjemputnya”.
110
Latar Tempat
Latar Suasana
64.
“Kejadian di sekolah siang itu membekas di hati mada”.
111
Latar Suasana
65.
“Malamnya ia tidak akan tidur sebelum ayahnya pulang”.
111
Latar Waktu
66.
“Malam itu, tepat jam 9 malam, Juna baru datang dari kantor segera melihat Mada yang sedang tidur-tiduran di dalam kamar sambil memegang Tamiya terbarunya”.
112
Latar Waktu
67.
“Juna kaget dan bingung dengan tanya Mada”.
112
Latar Suasana
68.
“Juna kaget dengan kedatangan Mada di sisi kiri meja kerjanya malam itu”.
113
Latar Suasana
Latar Tempat
Latar Waktu
69.
“Mada lalu merangkul leher Juna, usahanya malam itu berhasil mengalahkan Juna mengikuti perintahnya tidur!”.
114
Latar Waktu
70.
“Di satu sisi Juna senang, Mada bisa mengekspresikan dengan baik sosok Power Rangers”.
114
Latar Suasana
71.
“Pak Ri dan Mbok Jum kaget dengan teriakan Mada yang telah berdiri di depan mereka dengan membawa sebuah surat”.
118
Latar Suasana
72.
“Bobok sana Mada, sudah malam, besok kan masuk sekolah hari pertama”.
121
Latar Waktu
73.
“Juna tak kuat mendengar tangisan sedih Mada. Ia tahu anaknya sedang rindu ibunya”.
123
Latar Suasana
74.
“Tangis Mada kembali meledak, membuat Juna hampir pingsan”.
123
Latar Suasana
75.
‘Juna melihat Mada mogok sarapan”.
127
Latar Waktu
76.
“Tangis Mada meledak, Juna memeluknya erat, lalu mengangkat, menggendongnya masuk ke dalam kamar”.
133
Latar Suasana
Latar Waktu
77.
“Malam itu segera Juna menghapus semua jejak lukanya”.
135
Latar Waktu
78.
“Mada sering bosan dengan pernyataan-pernyataan sang ayah, yang sebagian kurang di pahaminya”.
136
Latar Suasana
79.
“Hari Minggu adalah hari buat Mada”.
137
Latar Waktu
80.
“Kita ke Cibubur Plaza ya”.
137
Latar Tempat
81.
“Juna tersenyum, ia tahu apa yang membuat Mada bingung dan merasa malu”.
143
Latar Suasana
82.
“Pagi itu mereka berangkat ke hutan wisata air terjun, Curug Cilember yang juga di kenal dengan nama Curug Tujuh”.
146
Latar Waktu
Latar Tempat
83.
“Mereka tersenyum senang berenang, dan saling bercanda”.
149
Latar Suasana
84.
“Tak berapa lama mereka telah sampai di kawasan wisata alam”.
163
Latar Tempat

85.
“Suasana sejenak hening dan hawa mulai dingin”.
167
Latar Suasana
86.
“Mereka kaget mendengar sebuah suara dari pohon tepat di depan mereka”.
167
Latar Suasana
87.
“Sejenak suasana hening, mereka terdiam menatap langit yang semakin menghilangkan warna jingganya”.
170
Latar Suasana
88.
“Percakapan ringan sore itu di cafe yang terletak di lantai under ground kantor Juna menjadi serius saat Dean sengaja menawari sesuatu pada Juna”.
173
Latar Waktu
Latar Tempat
Latar Suasana
89.
“Dean hanya menggelengkan kepala melihat kekakuan hati, keras kepala, idealis Juna dalam menyikapi hidup dan cinta”.
179
Latar Suasana
90.
“Ia turun dari sebuah taxi mewah dengan santai menuju restoran romantis, bagian dari sebuah homestay”.
181
Latar Tempat
91.
“Mada cuek dengan teriak kecemasan Mbok Jum, ia dengan cepat mengeluarkan mobil dari garasi, dan melajukannya dengan cepat”.
188
Latar Suasana
92.
‘Tak berapa lama, Juna datang dan masuk ke dalam rumah dengan heran”.
188
Latar Tempat
93.
“Di depan pintu garasi, nampak Mbok Jum dan Pak Ri terus bertengkar hebat, mereka saling menyalahkan”.
189
Latar Tempat
Latar Suasana
94.
“Sampai di kawasan Sirkuit Sentul, Juna menghentikan motornya”.
191
Latar Tempat
95.
“Juna tersentak dengan penjelasan Mada”.
194
Latar Suasana
96.
“Suasana mendadak hening sekali. Juna menatap Mada yang kembali melempar pandangannya keluar cafe”.
195
Latar suasana
Latar Tempat
97.
“Malam syahdu, membuat Juna merasa rindu”.
197
Latar Waktu
98.
“Entah mengapa, malam itu ia merasa kangen sekali dengan Keisha”.
198
Latar Waktu
Latar Suasana
99.
“Lalu lintas padat merayap, namun akhirnya sampai juga mobilnya menginjak lantai garasi rumah”.
199
Latar Tempat
100.
“Juna kesal dan penasaran dengan kalimat pedas Mada”.
202
Latar Suasana
101.
“Jarum jam dinding bulat, bermotif batik itu, sudah menunjukan pukul 00.45 WIB”.
205
Latar Waktu
102.
“Suasana menjadi kaku, terasa senyap, Mada dudu di tepi tempat tidur, menunduk, membuang pandangannya ke lantai kamar”.
207
Latar Suasana
Latar Tempat
103.
“Mada mengampiri ayahnya yang sedang sibuk di ruang kerja”.
227
Latar Tempat
104.
“Mada memecah keheningan malam itu di ruangan yang berdesain klasik dan serba coklat itu”.
228
Latar Suasana
Latar Tempat
105.
“Juna tersedak kaget. Mada semakin kritis”.
231
Latar Suasana
106.
“Juna merasakan hawa yang begitu segar, aura yang begitu bersih ketika mobilnya masuk ke bumi Yogyakarta”.
233
Latar Suasana
Latar Tempat
107.
“Juna buru-buru mencium tangan kanan Mbah Ngatinah yang basah karena mengusap derasnya air mata yang membentuk banyak anak sungai di wajah keriputnya”.
245
Latar Suasana
108.
“Juna dan Mada segera masuk ke dalam mobil yang segera dihidupkan Juna dan dibuka kacanya”.
245
Latar Tempat
109.
“Namun betapa hebatnya beliau, orang kecil yang selalu ingin memberi dan memberi”.
247
Amanat

110.
“Orang tua harus menyiapkan masa depan anaknya engan baik, jangan sampai malah menggantungkan hidup ke anaknya. Orang tua harus bertanggung jawab atas anak-anaknya”.
248
Amanat
111.
“Tanpa terasa, mereka sudah sampai di depan makam. Oak Jiman kaget dengan kedatangan mendadak Juna”.
250
Latar Tempat
Latar Suasana
112.
“Juna dan Mada yang pagi itu sama-sama memakai hem lengan panjang yang terlipat sampai di siku, warna putih polos dan celana jeans biru tua, nampak serasi dan harmonis ketika menabur bunga di atas pusaran Keisha”.
251
Latar Waktu
Latar Tempat
113.
“Kita makan di Malioboro sambil jalan-jalan!”.
253
Latar Tempat
114.
“Mereka sama-sama tertawa setelah sadar pilihan mereka sama”.
259
Latar Suasana
115.
“Juna tersenyum, sambil berjalan menujut tempat parkir mobilnya, tak sadar tingkahnya diamati Mada yang tersenyum senang, mendengar gumam ayahnya”.
261
Latar Tempat
116.
“Setelah sampai di depan mesjid, tanpa banyak bicara lagi, Juna dan Mada sama-sama turun dari mobil”.
264
Latar Tempat
117.
“Ok! Malam ini kita makan di angkringan Lik Man!”.
270
Latar Waktu
118.
“Lokasi angkringan Tugu dekat Malioboro itu memang sangat ramai”.
275
Latar Tempat
119.
Lho kok kesusu to Pak Juna? Malam –malam begini cek out”.
279
Latar Waktu
120.
“Juna mulai malas menjawab tanya tidak penting Wuri. Ia mulai risih”.
280
Latar Suasana
121.
“Jangan. Jalan Yogya Solo jika malam kita jalan harus hati-hati”.
285
Latar Tempat
Latar Waktu
122.
“Setelah memarkir mobilnya, Juna mengajak Mada berjalan menuju candi”.
291
Latar Tempat
123.
“Malam itu mereka menyaksikan Sendratari Ramayana di panggung terbuka”.
291
Latar Waktu
Latar Tempat
124.
“Tepat pukul 19.30 WIB pertunjukan Sendratari Ramayana dimulai”.
292
Latar Waktu
125.
“Malam itu mereka menginap di sebuah homestay di daerah Kampung Batik Kauman”.
297
Latar Waktu
Latar Tempat
126.
“Pagi itu Juna mengajak Mada sarapan nasi liwet dan mencicipi serabi solo”.
298
Latar Waktu
127.
“Mereka berjalan dari arah Pasar Gede, melewati alun-alun utara....”.
299
Latar Tempat
128.
“Pagi itu cuaca tidak begitu panas, bahkan terasa sejuk karena rindangnya pohon beringin di sepanjang kiri dan kanan jalan”.
299
Latar Waktu
129.
“Juna cemas, takut Mada berubah pikiran dan nekad mencari tahu rumah eyangnya”.
307
Latar Suasana
130.
“Juna senang melihat Mada menikmati pengembaraan kecil mereka”.
310
Latar Suasana
131.
“Hingga malam itu Juna merasa ada sesuatu yang kurang”.
318
Latar Waktu
Latar Suasana
132.
“Pintu tak juga terbuka. Keringat dingin mulai membasahi baju putih Juna. Juna kembali mengetuk pintu dengan keras”.
326
Latar Suasana
133.
“Juna gelisah dan gusar berusaha menghubungi Dean yang tak juga mengangkat teleponnya”.
327
Latar Suasana
134.
“Juna marah, memegang kerah baju Dean di ruang praktek dokter spesialis itu beberapa hari setelah Mada di ambil darahnya  dan harus di rawat inap”.
331
Latar Suasana

135.
“Suasana di rumah kayu itu begitu lengang”.
355
Latar Tempat
136.
“Pagi itu mereka sama-sama tidak masuk kerja. Di teras depan Villa Elang Matahari milik Juna di kawasan Puncak Pass mereka minum kopi berdua”.
355
Latar Waktu
Latar Tempat
137.
“Juna tidak bisa tidur sabtu malam itu, suasana mendung membuat hatinya mulai sunyi”.
345
Latar Waktu
Latar Suasana
138.
“Mada lirih menjawab, dan nampak memejamkan mata, menahan sakit di kepala yang tiba-tiba kembali menyerangnya”.
345
Latar Suasana
139.
“Juna berusaha tersenyum, menyambut senyum Mada yang dipaksakan”.
350
Latar Suasana
140.
“Sirkuit Rorotan Kirana Legecy, tempat terakhir mereka menjalani kebersamaan”.
357
Latar Tempat
141.
“Mada kembali ke Sang Pemilik sesungguhnya. Ia ikhlas menerima takdirNya, luas melapangkan jalan menujuNya, tanpa batas menyatakan cintaNya, tak berharap balas akan keputusanNya”.
357
Alur
Amanat
142.
“Ya, kita ini punya apa di dunia? Semua hanya titipanNya”.
362
Amanat
143.
“Malam dalam sunyi. Juna kembali membuka rasa. Ia membaca sebuah buku bersampul batik Sido Mukti, buku hrian Mada yang berisi beberapa curahan pikir, berbentuk puisi, prosa, mauoun essai. Semua tulisan tangannya yang rapi itu begitu menarik Juna, namun ada satu puisi yang sangat disukai Juna”.
363
Latar Waktu
Alur
144.
“Juna menutup buku harian Mada, dan segera merancang sekian rencana indah untuk melaksanakan amanah Mada, menyelamatkan sekian anak yang bisa jadi harapan negeri”.
364
Alur
Amanat
145.
“Juna memilih tinggal di Sabang, kota di kilometer zero ujung terbarat Indonesia yang berada di Pulau Weh, pulau vulkanik kecil di barat laut pulau Sumatra”.
366
Latar Tempat
146.
“Aku dengan teman-teman MER-C sortir obat untuk Palestina. Masih sulit masuk ke Gaza. Sekarang aku di Lebanon Selatan, kota Tyre, Tirus, kota dekat laut”.
367
Latar Tempat
147.
“Pada saatnya kita memang harus sendiri. Maka sebelum saat kesendirian itu tiba, alangkah baiknya kita bisa memberi dengan hati, berbagi dengan nurani untuk anak-anak yang membutuhkan kita tanpa melihat mereka siapa dan dari mana asalnya”.
367
Amanat
148.
“Arjuna telah memilih kemana rah membidik panah. Pengembaraan tanpa batas ruang dan waktu, berjalan sesuai tuntunan kalbu tanpa belenggu”.
369
Alur



2 komentar:

  1. Titanium dioxide in food - TITNA-ART
    Titanium-arts.com. Home titanium easy flux 125 amp welder · About Us. westcott titanium scissors TINNA-ART. titanium knee replacement TINNA-ART. TINNA-ART. titanium phone case TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. titanium 3d printer TINNA-ART.

    BalasHapus
  2. NoVCasino Casino - NOVCASINO.COM
    NoVCasino.com offers a no 토토 deposit bonus of 100% up to €150. งานออนไลน์ No Deposit Bonus is given to new novcasino players only. No deposit www.jtmhub.com bonuses expire

    BalasHapus