
ANALISIS NOVEL "AYAH MENYAYANGI TANPA AKHIR"
KARYA KIRANA KEJORA
OLEH : IBU IKHSAN NURIYAH, S.Pd.

Disusun Oleh :
ANNISA NUR SEPTIYANI (10521/XI IPS 4)
ASFAHANA NOVANTI (10533/XI IPS 4)
YESI OKTARINA (10766/XI IPS 4)
SMA NEGERI SEDAYU BANTUL
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA
PENGANTAR
Kami memanjatkan puji
syukur kehadirat tuhan yang Maha Esa, berkat rahmat serta hidayah-Nya kepada
kita semua, sehingga penelitian ini dapat kami selesaikan dengan baik. Diman
dalam karya ilmiah ini kami melakukan penelitian pada novel “Ayah Menyayangi
Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.
Kami sadar bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak, karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan.
Karya ilmiah ini belum
dapat mengatasi secara tuntas permasalahan yang diteliti. Oleh karena iti,
saran dan kritik dari siapa pun datangnya akan kami terima dengan senang hati.
Semoga karya tulis bermanfaat bagi pembaca dan semoga ALLAH SWT memberikan
rahmat serta hidayahnya kepada kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kirana
Kejora
lahir di Ngawi, 2 Februari 1972 mulai menulis sejak usia 9 tahun. Lulusan Cumlaude Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Sebelum
memutuskan sebagai penulis penuh waktu, Kirana adalah peneliti Sosial Ekonomi
Perikanan Unibraw 1991-1993, Staff pengajar pada SMK Dipasena Citra Darmaja, Lampung 1996-2000,
Staf Ahli Sosial Ekonomi proyek Management Monitoring Cosultant JBIC-DPK di
Sulawesi Tenggara 2000-2001 Staff pengajar pada Universitas Hang Tuah Surabay 2003-2004,wartawati
tabloid Infotainment, pemakalah seminar wajah kepengarangan
muslimah nusantara di Malaysia
tahun 2009, telah menulis 40-an script film tv, script writer film layar lebar Munajat Cinta Sang Gibran dan hasduk script writer film layar lebar
munajat cinta sang gibran dan hasduk berpola, buku kepak Elang Merangkai Eidelweis, Selingkuh, Perempuan dan Daun, Elang, Bintang Anak Tuhan, Querido, Air Mata Terakhir Bunda (best seller dan be a movie),serta
novel ke 17 nya yaitu ayah menyayangi
tanpa akhir.
"Novel
ke 17 ini berdasar kisah nyata tentang mensyukuri & menikmati arti
kesepian, kehilangan. Pada saatnya kita memang harus sendiri."
Demikian tulis Kirana Kejora di lembar-lembar awal novelnya ini, novel yang mengisahkan tokoh bernama Arjuna Dewanga (Juna) seorang ayah muda yang harus menjadi orang tua tunggal karena ditinggal istri tercintanya yang meninggal saat melahirkan anaknya semata wayang.
Arjuna Dewanga awalnya mungkin tak pernah menduga ia akan menikah muda untuk kemudian menjadi orang tua tunggal. Ketika masih kuliah di Jogya Arjuna berpacaran dengan Keisha Maizuki, gadis Jepang yang sedang mengikuti program penelitian dan pertukaran mahasiswa di jurusan arkeologi FIB UGM. Sayangnya hubungan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. Tidak ingin cinta mereka kandas mereka memutuskan untuk menikah dalam usia muda walau tanpa restu dari orang tua masing-masing.
Pernikahan mereka membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Rajendra Mada Prawira atau kerap dipanggil Mada. Sayangnya Kiesha meninggal saat melahirkan Mada hingga akhirnya Juna harus sendirian mengurus putranya seorang diri dengan dibantu oleh dua orang pembantunya yang setia.Sepeninggal istrinya, Juna memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama anak dan dua orang pembantunya.
Novel ini menceritakan dengan detail bagaimana Juna membesarkan anaknya mulai dari bayi hingga beranjak remaja dengan segala suka duka dan tantangan-tantangan yang dihadapi seperti bagaimana menghadapi Mada yang sakit, mengantar Mada ke sekolah untuk memperingati hari Ibu, bagaimana Juna menghadapi perubahan- perubahan fisik dan cara berpikir Mada yang mulai menginjak remaja, hingga perjalanan napak tilasnya ke Jogya dan Solo bersama Mada untuk menjejaki tempat-tempat dimana Juna dan Keisha pernah menikmati kebahagiaan sebagai sepasang suami istri.
Novel ini termasuk novel yang di angkat berdasarkan kisah nyata, selain itu bahasa yang di gunakan dalam novel ini mudah di pahami oleh semua usia, sehingga memudahkan bagi pembacanya. Yang pasti kisah dalam novel ini membuat kita memahami akan arti kesendirian, kesetiaan,hubungan antara ayah dan anak, pengorbanan, perjuangan hidup, dan cinta ayah yang tak akan pernah berakhir pada anaknya. Dan muatan ensiklopedisnya membuat novel ini menjadi novel yang memberi banyak pengetahuan kepada pembacanya.
Demikian tulis Kirana Kejora di lembar-lembar awal novelnya ini, novel yang mengisahkan tokoh bernama Arjuna Dewanga (Juna) seorang ayah muda yang harus menjadi orang tua tunggal karena ditinggal istri tercintanya yang meninggal saat melahirkan anaknya semata wayang.
Arjuna Dewanga awalnya mungkin tak pernah menduga ia akan menikah muda untuk kemudian menjadi orang tua tunggal. Ketika masih kuliah di Jogya Arjuna berpacaran dengan Keisha Maizuki, gadis Jepang yang sedang mengikuti program penelitian dan pertukaran mahasiswa di jurusan arkeologi FIB UGM. Sayangnya hubungan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. Tidak ingin cinta mereka kandas mereka memutuskan untuk menikah dalam usia muda walau tanpa restu dari orang tua masing-masing.
Pernikahan mereka membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Rajendra Mada Prawira atau kerap dipanggil Mada. Sayangnya Kiesha meninggal saat melahirkan Mada hingga akhirnya Juna harus sendirian mengurus putranya seorang diri dengan dibantu oleh dua orang pembantunya yang setia.Sepeninggal istrinya, Juna memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama anak dan dua orang pembantunya.
Novel ini menceritakan dengan detail bagaimana Juna membesarkan anaknya mulai dari bayi hingga beranjak remaja dengan segala suka duka dan tantangan-tantangan yang dihadapi seperti bagaimana menghadapi Mada yang sakit, mengantar Mada ke sekolah untuk memperingati hari Ibu, bagaimana Juna menghadapi perubahan- perubahan fisik dan cara berpikir Mada yang mulai menginjak remaja, hingga perjalanan napak tilasnya ke Jogya dan Solo bersama Mada untuk menjejaki tempat-tempat dimana Juna dan Keisha pernah menikmati kebahagiaan sebagai sepasang suami istri.
Novel ini termasuk novel yang di angkat berdasarkan kisah nyata, selain itu bahasa yang di gunakan dalam novel ini mudah di pahami oleh semua usia, sehingga memudahkan bagi pembacanya. Yang pasti kisah dalam novel ini membuat kita memahami akan arti kesendirian, kesetiaan,hubungan antara ayah dan anak, pengorbanan, perjuangan hidup, dan cinta ayah yang tak akan pernah berakhir pada anaknya. Dan muatan ensiklopedisnya membuat novel ini menjadi novel yang memberi banyak pengetahuan kepada pembacanya.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Mengapa ayah menyayangi
tanpa akhir?
C.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana amanat yang terdapat dalam novel ‘’ ayah
menyayangi tanpa akhir’’
karya Kirana Kejora?
2. Bagaimana latar yang terdapat dalam
novel “ ayah menyayangi tanpa akhir” karya Kirana Kejora ?
3. Apa alur yang di gunakan dalam novel
“ayah menyayangi tanpa akhir”
karya Kirana Kejora?
D.
TUJUAN
1. Mendeskripsikan amanat dalam novel” Ayah
Menyayangi Tanpa Akhir”
karya Kirana Kejora.
2. Mendeskripsikan latar yang di terdapat
dalam novel”Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.
3.
Mendeskripsikan
alur yang digunakan dalam novel” Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.
BAB II
KAJIAN TEORI
Karya sastra
terdiri dari Puisi, Prosa, Drama
Puisi
adalah bentuk karangan yang terikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris
serta ditandai oleh bahasa yang padat. Menurut zamannya, puisi dibedakan atas
puisi lama dan puisi baru.
Prosa adalah karya sastra yang
berbentuk cerita yang bebas, tidak terikat oleh rima, irama, dan kemerduan
bunyi seperti puisi. Bahasa prosa seperti bahasa sehari-hari.
Drama adalah salah satu jenis karya sastra
yang mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan karya sastra jenis lain, yaitu unsur pementasan yang
mengungkapkan isi cerita secara langsung dan dipertontonkan di depan umum.
Meskipun demikian, ada juga naskah drama yang sifatnya hanya untuk dibaca
atau sering disebut closed drama.
Unsur intrinsik novel
Unsur-unsur
intrinsik dalam sebuah novel adalah sebagai berikut:
1) Tema, adalah gagasan utama yang menjiwai keseluruhan cerita. Biasanya tema dalam cerita dituliskan secara tersirat (secara tidak langsung).
2) Alur atau plot, adalah jalannya cerita yang memiliki hubungan sebab akibat.
Macam-macam alur:
- Alur konvensional atau maju atau progresif. Cerita diceritakan secara kronologis atau runut dari awal sampai akhir
- Alur konvensional atau mundur atau flashback. Cerita dengan menoleh ke belakang atau membayangkan masa lalu
- Alur campuran atau maju-mundur. Campuran dari cerita maju dan mundur.
Tahapan pengaluran:
- Perkenalan. Dalam tahapan ini, penulis memperkenalkan tokoh-tokoh dan latar cerita
- konflik. Mulai timbul permasalahan
- klimaks. Masalah memuncak
- antiklimaks. Masalah mulai menurun karena sudah ada penyelesaian masalah
- penyelesaian. Akhir dari cerita, apakah berakhir bahagia, sedih, atau dibuat menggantung.
1) Tema, adalah gagasan utama yang menjiwai keseluruhan cerita. Biasanya tema dalam cerita dituliskan secara tersirat (secara tidak langsung).
2) Alur atau plot, adalah jalannya cerita yang memiliki hubungan sebab akibat.
Macam-macam alur:
- Alur konvensional atau maju atau progresif. Cerita diceritakan secara kronologis atau runut dari awal sampai akhir
- Alur konvensional atau mundur atau flashback. Cerita dengan menoleh ke belakang atau membayangkan masa lalu
- Alur campuran atau maju-mundur. Campuran dari cerita maju dan mundur.
Tahapan pengaluran:
- Perkenalan. Dalam tahapan ini, penulis memperkenalkan tokoh-tokoh dan latar cerita
- konflik. Mulai timbul permasalahan
- klimaks. Masalah memuncak
- antiklimaks. Masalah mulai menurun karena sudah ada penyelesaian masalah
- penyelesaian. Akhir dari cerita, apakah berakhir bahagia, sedih, atau dibuat menggantung.
3) Setting atau latar
Dalam novel
latar dibedakan menjadi tiga macam yaitu latar tempat, waktu, dan suasana.
Latar tempat berkaitan dengan masalah geografis, di mana peristiwa-peristiwa
dalam novel itu terjadi. Latar waktu berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam,
maupun historis. Latar suasana berkaitandengan suasana yang terjadi dalam novel
tersebut yang barkaitan dengan tokoh.
4) Tokoh dan penokohan.
4) Tokoh dan penokohan.
Tokoh adalah
pelaku yang memerankan cerita, sedangkan penokohan adalah karakter atau sifat
atau watak dari tokoh. Untuk mengetahui karakter tokoh bisa dengan cara:
- analitik, yaitu karakter tokoh diceritakan secara eksplisit oleh penulis
- dramatik, yaitu karakter tokoh diceritakan secara tersirat oleh penulis bisa dengan menggambarkan bentuk lahir, menggambarkan jalan pikiran dan perasaan tokoh, menggambarkan reaksi tokoh lain, atau menggambarkan keadaan di sekitar tokoh.
Penokohan adalah watak dari tokoh yang memainkan cerita.
Ada tiga jenis penokohan, yaitu:
a. Protagonis, adalah tokoh utama yang pada umumnya berkarakter baik, jadi idola atau pahlawan
b. Antagonis, adalah tokoh utama yang pada umumnya berkarakter jahat, lawan dari tokoh protagonis
c. Tritagonis, adalah tokoh pemeran pembantu, sebagai figuran, posisinya netral dalam cerita.
5) Sudut pandang atau point of view
- analitik, yaitu karakter tokoh diceritakan secara eksplisit oleh penulis
- dramatik, yaitu karakter tokoh diceritakan secara tersirat oleh penulis bisa dengan menggambarkan bentuk lahir, menggambarkan jalan pikiran dan perasaan tokoh, menggambarkan reaksi tokoh lain, atau menggambarkan keadaan di sekitar tokoh.
Penokohan adalah watak dari tokoh yang memainkan cerita.
Ada tiga jenis penokohan, yaitu:
a. Protagonis, adalah tokoh utama yang pada umumnya berkarakter baik, jadi idola atau pahlawan
b. Antagonis, adalah tokoh utama yang pada umumnya berkarakter jahat, lawan dari tokoh protagonis
c. Tritagonis, adalah tokoh pemeran pembantu, sebagai figuran, posisinya netral dalam cerita.
5) Sudut pandang atau point of view
adalah posisi
penulis dalam cerita.
a. Orang pertama. Penulis berposisi sebagai ‘aku’ dalam cerita. Penulis seolah-olah menceritakan kehidupan dia sendiri
b. Orang ketiga. Penulis berposisi sebagai pencerita dan berada di luar cerita. Penulis menggunakan ‘dia’ atau kata ganti orang ketiga.
6) Gaya bahasa
a. Orang pertama. Penulis berposisi sebagai ‘aku’ dalam cerita. Penulis seolah-olah menceritakan kehidupan dia sendiri
b. Orang ketiga. Penulis berposisi sebagai pencerita dan berada di luar cerita. Penulis menggunakan ‘dia’ atau kata ganti orang ketiga.
6) Gaya bahasa
adalah
pilihan kata yang dipakai oleh penulis dalam cerita untuk menghidupkan dan
memperindah cerita. Gaya bahasa berfungsi sebagai penyampaian gagasan dan
perasaan pengarang. Gaya meliputi penggunaan diksi (pilihan kata), imaji
(citraan), dan sintaksis (pilihan pola kalimat).
Macam-macam Gaya Bahasa adalah sebagai berikut:
Ø PersonifikasI
adalah gaya bahasa yang mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara memberikan
sifat -sifat seperti manusia.
Ø Simile (perumpamaan)
adalah gaya bahasa yang mendeskripsikan sesuatu dengan penibaratan.
Ø Hiperbola adalah gaya bahasa yang mendeskripsikan
sesuatu dengan cara berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan.
7) Amanat, adalah pesan yang hendak
disampaikan penulis kepada pembaca
8) Nilai
Nilai
yang dimaksud yaitu nilai peresepsi dan beberapa pengertian yang diperoleh
lewat sastra seperti nilai pendidikan, agama,budaya, sosial. Pada akhirnya kita
akan tahu bahwa seluruh jalinan cerita ditunjukan untuk membangun nilai-nilai
tersebut. Niali merupakan gambaran mengenai apapun yang diinginkan pantas
berharga yang mempengaruhi perilaku dari perilaku dari nilai orang yang
memiliki nilai itu. Niali adalah banyak sedikitnya mutu sifat atau hal-hal
penting yang berguna bagi manusia.
Nilai dibagi menjadi 3 yaitu:
a)
Nilai
Sosial
merupakan segala sesuatau yang dianggap berharga
oleh masyarakat. pengertian nilai sosial juga merupakan anggapan masyarakat
tentang sesuatu yang diharpakan, indah,
dan benar.
b)
Niali
Moral
merupakan kebaikan yang bersumber dari unsur
kehendak atau kemauan (karsa, etika)
c)
Nilai
Religius
merupakan nilai ketuhanan,
kerohanianyangtertinggi dan mutlak.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Amanat yang terdapat dalam novel
" Ayah Menyayangi Tanpa Akhir" karya Kirana Kejora.
1.
Kadang
kenyataan itu tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Pada saatnya kita
memang harus sendiri, kehilangan orang yang kita sayangi, namun kehidupan harus
tetap berjalan untuk diri sendiri dan orang lain.
" Pada
saatnya kita memang harus sendiri. Maka sebelum saat kesendirian itu tiba,
alangkah baiknya kita bisa memberi dengan hati, berbagi dengan nurani untuk
anak-anak yang memebutuhkan kita tanpa melihat mereka siapa dan dari mana
aslanya".
2. Menolong sesama tidak memandang
siapa kita dan apa pekerjaan kita.
“Namun
betapa hebatnya beliau, orang kecil yang selalu ingin memberi dan memberi”.
3.
Orang tua yang
bertanggung jawab atas anaknya.
“Orang tua harus menyiapkan masa depan anaknya engan
baik, jangan sampai malah menggantungkan hidup ke anaknya. Orang tua harus
bertanggung jawab atas anak-anaknya”.
2. Latar
yang terdapat dalam novel” Ayah Menyayangi Tanpa Akhir” karya Kirana Kejora.
A. Latar Tempat.
1. Panti asuhan
“ Sebuah
panti asuhan yang nampak asri dengan banyak nya tanaman bunga mawar dan anggrek
di dalam pot maupun pohon-pohon akasia yang tumbuh lebat di sepanjang jalan
masuknya”.
“Panti
asuhan tempat Juna merayakan ulangtahun Mada”.
2. Di jalan Dr. Sahardjo menuju Dr.
Soepomo.
“ Di jalan
Dr. Sahardjo menuju Dr. Soepomo, ia berusaha menghibur hati dengan mengingat
beberapa kenangan indah bersama Mada kecil”.
“Jalan yang
di lalui Juna setelah meninggalkan Panti Asuhan”.
3. Rumah Juna.
“ Langkah
tegap pengemudi mobil yang baru saja turun, menginjak bebatuan jalan setapak di
taman depan rumah yang di hiasi beberapa bonsai
mahal.
“Tempat
tinggal Juna bersama Mada, Mbok Jum dan Pk Ri”.
4. Kamar.
“ Juna
langsung masuk ke sebuah kamar yang berada di bawah tangga”.
“Juna masuk
ke kamar Mada untuk mengingat kenangan ketika bersama Mada”.
5. Di ruang kerja.
“ Juna masih
sibuk dengan hitungan sekian angka dan rumus-rumus kimia di ruang kerjanya”.
“Saat itu
Juna masih sibuk bekerja, tiba-tiba Mada datang menghampirinya”.
6. Yasukuni-dori di Kanda-Jimbocho.
“ Di musim
semi itu, dua insan yang sedang di mabuk asmara menyusuri Yasukuni-dori di
Kanda-Jimbocho. Juna merasa masuk ke masa silam Tokyo.
“Perjalanan
Juna dan Keisha saat pergi ke Jepang untuk meminta restu orang tua Keisha”.
7. Warung sake.
“ Juna
mengangguk, menerima ajakan Keisha ke warung tenda dekat mereka. Lalu mereka
minum sake berdua, sambil terus
berpikir bagaimana menhadapi sikap konvensionalnya”.
“Sebelum
menemui orang tua Keisha mereka minum sake
berdua”.
8. Mesjid daerah Kuningan Karang
Malang.
“ Pernikahan
tanpa restu keluarga kedua belah pihak itu berlangsung di sebuah mesjid kecil
di daerah Kuningan Karang Malang, dekat dengan rumah kontrakan Juna”.
“Mesjid
tempat Juna dan Keisha melangsungakan pernikahan mereka”.
9. Di rumah sakit.
“ Begitu
pintu kamar oprasi terbuka, dokter Fanan nampak menatap semua mata yang
bertanya dan berharap, menunggu jawaban baiknya”.
“Rumah sakit
tempat Keisha melahirkan”.
10. Cibubur Plaza.
“ Kita ke
CibuburPlaza ya. Ada lomba Tamiya di sana”.
“Saat Juna
menghibur mada yang kesal, dan mengajak Mada ke tempat Lomba Mobil Tamiya.
11. Curug Tujuh.
“ Pagi itu
mereka berangkat ke hutan wisata air terjun, Curug Cilember yang juga di kenal
dengan nama Curug Tujuh, sebuah wisata air terjun di kawasan puncak”.
“Tempat Juna
dan Mada liburan bersama ke Curug Tujuh”.
12. Restoran.
“ Ia turun
dari sebuah taxi mewah dengan santai menuju restoran romantis, bagian dari
sebuah homestay.
“Tempat Juna
tiap Tahun meraykan hari jadinya bersama Keisha”.
13.Kawasan Sirkuit Sentul.
“ Sampai di
kawasan Sirkuit Sentul, Juna menghentikan motornya”.
“Saat Mada
mengendarai mobil dan menabrak orang Juna datang menemui Mada”.
14. Malioboro.
“ Kita makan
siang di Malioboro sambil jalan-jalan!”.
“Tempat Juna
dan Mada makan siang sebelum kembali ke homestay”.
15. Bukit Bintang.
“ Sore itu
Mada dengan langkah gontai, wajah malas, mata masih berat terbuka lebar,
terpaksa mengikuti langkah juna brjalan menuju bukit sambil menenteng
camera-nya”.
“Saat Juna
mengulur waktu agar tidak cepat pergi keSolo”.
16. Angkringan.
“ Lokasi angkringan Tugu dekat Malioboro itu
memang sangat ramai. Juna dengan semangat merangkul Mada berjalan menuju angkringan Lik Man”.
“Tempat Juna
dan Mada makan malam”.
17.
Candi Prambanan.
“ Juna menepikan
mobilnya, tepat di depan pintu gerbang Candi Prambanan”.
“Juna dan Mada menonton
pertunjukan Sebdratari Ramayana di Candi Prambanan”.
18. Kampung Batik Kauman.
“ Malam itu mereka
menginap di sebuah homestay di daerah
Kampung Batik Kauman”.
“Tempat Juna dan Mada
mengianap selama di Solo”.
19. Candi Cetho.
“ Juna menunjuk Candi
Cetho dengan keheningannya, kebeningannya berada di atara awan, seperti
mengajak mereka untuk naik, menyentuh langit. Lalu ia memarkir mobil di depan
gerbang candi”.
“Candi yang di kunjunngi
Juna dan Mada saat berada di Solo”.
20. Villa Elang Matahari.
“ Pagi itu mereka
sama-sama tidak masuk kerja. Di teras depan Villa Elang Matahari milik Juna di
kawasan Puncak Pass mereka minum kopi berdua”.
“Villa tempat Juna dan
Dean membicarakan solusi untuk menyembuhkan penyakit Mada”.
21. Area balap mobil.
“ Juna mengucap doa. Mada
dengan tenang melanjutkan mobil yang semakin cepat mengintari sirkuit dengan
lihai dan nampak sempurna. Juna sangat takjub, karena selama ini Mada hanya
terlibat beberapa kali latihan saja”.
“Tempat terakhir Mada
bersama Juna sebelum akhirnya Mada pergi untuk selamanya”.
22. Sabang.
“ Juna memilih tinggal di
Sabang, kota di kilometer zero ujung terbarat Indonesia yang berada di Pulau
Weh”.
“Tempat dimana Juna
memutuskan untuk tinggal di sana setelah kepergian Mada”.
B. Latar Waktu.
1. Malam hari.
“ Malam itu, sepulang
dari kantor, wajah letihnya terasa segar kembali saat ia akan mengganti celana
Mada”.
“Juna mengganti celana
Mada yang terkena ompol”.
2. Senja.
“ Sebuah mobil mewah,
namun senja itu pengemudinya merasa tidak gagah, gagal menjadi pemenang karena
dukanya masih begitu dalam”.
“Juna masih merasa
berduka karena kepergian Mada”.
3. Musim semi.
“ Di musim semi itu, dua
insan yang sedang dimabuk asmara menyusuri Yasukuni-dori di Kanda-Jimbocho.
“Saat Juna dan Keisha
pergi ke Jepang untuk meminta restu orang tua Keisha”.
4. Tengah malam.
“ Tengah malam itu Keisha
minta Juna membelikan gudeg langganan mereka”.
“Saat Keisha ngidam,
meminta Juna untuk membelika gudeg langganan mereka”.
5. Malam menuju pagi.
“ Hingga malam menuju
pagi, terdengar rintihan samar-samar di telinga Juna yang tertidur di karpet,
di samping kanan Keisha”.
“Waktu Keisha
pendarahan dan Juna membawa Keisha ke
rumah sakit”.
6. Siang hari.
“ Kejadian di sekolah
siang itu membekas di hati Mada”.
“Nesa bercerita kepada
Mada tentang betapa bahagianya memiliki ibu”.
7. Hari Minggu.
“ Hari Minggu adalah hari
buat Mada. Juna berkomitmen untuk keluarga kecilnya. Ia tidak akan berbagi
pekerjaannya dengan Mada di hari libur”.
“Hari itu Juna dan Mada
menghabiskan akhir pekan besama”.
8. Pagi hari.
“ Pagi itu mereka
berangkat ke hutan wisata air terjun, Curug Cilember juga di kenal dengan nama
Curug Tujuh, sebuah wisata air terjun di kawasan puncak.
“Mada dan Juna akan
berlibur ke Wisata air terjun Curug Tujuh di kawasan Puncak”.
9. Malam hari.
“ Malam syahdu, membuat
Juna merasa rindu. Jarum jam tangannya sudah mulai menuju ke angka sepuluh”.
“Malam itu Juna merasakan
rindu pada Keisha”.
10. Sore hari.
“ Sore yang cerah dengan
eksotis pemandangan gunung-gunung yang indah”.
“Pemandangan di daerah
Bukit Bintang ketika Juna dan Mada berlibur di Yogyakarta”.
C. Latar Suasana.
1. Hening.
“ Sejenak suasana hening.
Hujan mulai turun rintik-rintik , membuat Juna terpaksa meninggalkan taman
sebuah panti asuhan di bilangan Tebet Baratitu dengan segera”.
“Juna merasa sdih karena
hari itu adalah hari ulang tahun Mada setelah kepergian Mada untuk selamanya”.
2. Gembira.
“ Juna gembira sekali melihat
Mada sudah mau minum susu di gelas”.
“Juna gembira karena Mada
sudah mau minum susu di gelas”.
3. Rasa bersalah.
“ Junamenatapnya dengan
sedih, merasa sangat bersalah, karena lembur semalam suntuk, hingga bangun
kesiangan, dan tidak sempat memandikan Mada seperti biasanya”.
“Juna merasa bersalah
karena ia tidak bisa memandikan Mada seperti biasanya, karena ia sangat sibuk
dengan pekerjaannya”.
4. Terharu.
“ Semua yang hadir
terharu. Mereka bertepuk tangan memberi apresiasi bagus, karena Mada
satu-satunya murid yang berpuisi tanpa membawa teks”.
“Semua terharu karena
hanya Mada yang membaca puisi tanpa menggunakan teks”.
5. Kesal.
“ Juna lalu pergi begitu
saja. Mbok Jum semakin kesal bukan karena Juna lupa tidak memberinya uang untuk
ulang tahun mada, namun sikap Juna yang cuek dan adem ayem dengan ulang tahun Mada yang membuatnya marah”.
“Mbok Jum kesal, karena
Juna cuek dengan ulang tahun pertama Mada karena kesibukannya”.
6. Bingung.
“ Juna kaget dan bingung
dengan tanya Mada”.
“Juna Kaget karena Mada
bertanya tentang mengapa surat yang ia kirim pada ibunya tidak di balas-balas”.
7. Sedih.
“ Mada . . . . . Mada
kangen ibu . . . . . surat Mada tidak pernah dibalasnya........”.
“Mada kange dengan
ibunya, dan surat yang ia kirim tidak pernah di balas”.
8. Malu .
“ Juna tersenyum, ia tahu
apa yang membuat Mada bingung dan merasa malu”.
“Saat pertama Mada
mengalami masa pubertas, dan membuat Mada merasa malu”.
9. Senang.
“ Juna senang melihat
Mada menikmati pengembaraan kecil mereka. Sejenak melupakan keinginan ke rumah
eyangnya”.
“Juna senang karena Mada
menikmati perjalanan mereka, dan Mada tidak mengingat tentang eyangnya”.
10. Panik.
“ Terdengarsebuah gelas
pecah. Tak berapa lama pintu terbuka. Juna sangat shock melihat Mada terkulai
lemas di balik pintu dengan hidung mengucurkan darah segar. Sebagian dadanya
basah oleh darah”.
“Juna panik, karena
terdengar gelas pecah dari dalam kamar Mada’.
11. Menegangkan.
“ Juna marah, memegang
krah baju Dean di ruang praktek dokter spesialis itu beberapa hari setelah Mada
diambil darahnya dan harus di rawat inap”.
“Juna masih tidak percaya
dengan hasil pemeriksaan penyakit Mada yang ternyata Mada terkena Kanker Otak
stadium akhir”.
12. Lengang.
“ Suasana di rumah kayu
itu begitu lengang. Dean sengaja mengajak Juna berbicara empat mata demi Mada
setelah Juna mulai menyadari ketakutannya menerima kenyataan justru akan
memperparah sakit anaknya”.
“Dean berusaha menenangkan
Juna dan berbicara pada Juna untuk bersama-sama menyembuhkan penyakit Mada”.
13. Bahagia.
“ Juna mengarahkan HP ke
wajah mereka yang bersentuhan. Ia lalu membuka tutp botol champagne, merayakan
kemenangan pagi itu. Dengan tersenyum lepas, Mada merangkul erat ayahnya”.
“Saat ulang tahun ke 17
Mada, dan Mada meminta agar ia bisa merayakan nya dengan balap mobil di Sirkuit
Sentul”.
14. Panik.
“ Juna sangat panik,
menepuk-nepuk kedua pipi Mada. Spontan berhamburan tim sirkuit yang berada di
dekat mereka, menghampiri podium. Juna merasakan suasana yang tak jelas, dan
tanah yang dipijaknya terasa terguncang hebat”.
“Ketika mereka selesai
balapan dan tiba-tiba Mada jatuh pingsan meninggalkan Juna untuk selamanya”.
3. Alur yang digunakan dalam novel "Ayah Menyayangi
Tanpa Akhir" karya Kirana Kejora.
Alur yang
digunakan adalah Alur Campuran.
" Arjuna Dewangga menceritakan masa lalunya
ketika bersama Keisha
Mizuki dan Rajendra Mada Prawira sebelum mereka pergi
meninggalkan Arjuna Dewangga untuk selamanya. Dalam novel tersebut menceritakan
kebersamaan antara ayah dan anak yang salingan mengisi satu sama lain. Lalu dalam
novel Ayah Menyayangi Tanpa Akhir kembali menceritakan kehidupan Arjuna
Dewangga dalam kesendiriannya setelah kehilangan Keisha Mizuki dan Rajendra Mada Prawira".
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
SINOPSIS
"Novel
ke 17 ini berdasar kisah nyata tentang mensyukuri & menikmati arti
kesepian, kehilangan. Pada saatnya kita memang harus sendiri."
Demikian tulis Kirana Kejora di lembar-lembar awal novelnya ini, novel yang mengisahkan tokoh bernama Arjuna Dewanga (Juna) seorang ayah muda yang harus menjadi orang tua tunggal karena ditinggal istri tercintanya yang meninggal saat melahirkan anaknya semata wayang.
Arjuna Dewanga awalnya mungkin tak pernah menduga ia akan menikah muda untuk kemudian menjadi orang tua tunggal. Ketika masih kuliah di Jogya Arjuna berpacaran dengan Keisha Maizuki, gadis Jepang yang sedang mengikuti program penelitian dan pertukaran mahasiswa di jurusan arkeologi FIB UGM. Sayangnya hubungan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. Tidak ingin cinta mereka kandas mereka memutuskan untuk menikah dalam usia muda walau tanpa restu dari orang tua masing-masing.
Pernikahan mereka membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Rajendra Mada Prawira atau kerap dipanggil Mada. Sayangnya Kiesha meninggal saat melahirkan Mada hingga akhirnya Juna harus sendirian mengurus putranya seorang diri dengan dibantu oleh dua orang pembantunya yang setia.
Sepeninggal istrinya, Juna memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama anak dan dua orang pembantunya. Karir Juna sebagai seorang apoteker melejit dan dengan usahanya sendiri ia menjadi eksekutif muda yang sukses yang dengan segala kesibukannya tetap memperhatikan Mada. Juna adalah sosok pria pekerja keras, dengan ketampanan dan kekayaannya ia banyak dikagumi para wanita. Namun tekad Juna sudah bulat, ia memilih tidak menikah dan mengurus Mada sendirian. Ia memilih menjadi seorang ayah sekaligus Ibu yang mencintai dan membesarkan Mada dengan cintanya yang tiada berakhir.
Novel ini menceritakan dengan detail bagaimana Juna membesarkan anaknya mulai dari bayi hingga beranjak remaja dengan segala suka duka dan tantangan-tantangan yang dihadapi seperti bagaimana menghadapi Mada yang sakit, mengantar Mada ke sekolah untuk memperingati hari Ibu, bagaimana Juna menghadapi perubahan- perubahan fisik dan cara berpikir Mada yang mulai menginjak remaja, hingga perjalanan napak tilasnya ke Jogya dan Solo bersama Mada untuk menjejaki tempat-tempat dimana Juna dan Keisha pernah menikmati kebahagiaan sebagai sepasang suami istri.
Tidak banyak konflik yang terjadi di sepanjang novel yang terbagi dalam 46 bab ini. Kalaupun ada konflik antara tokoh-tokohnya semua terselesaikan dalam satu atau bebarapa bab yang dalam setiap babnya hanya menghabiskan 3-5 halaman saja.
Novel ini tidak sekedar menceritakan bagaimana suka duka seorang ayah membesarkan anak semata wayangnya seorang diri dan gambaran cinta seorang ayah terhadap anaknya saja namun novel ini juga kaya dengan muatan-muatan ensiklopedis tentang banyak hal yang membuat pembaca terbuka wawasannya baik secara filosofis maupun pengetahuan.
Seiring perjalanan tokoh Juna dengan Mada yang merupakan tokoh sentral dalam novel ini, penulis memasukkan banyak sekali ragam pengetahuan bagi pembacanya mulai dari filosofi elang dan filosifi baju tradisional Jawa, kota buku Jimbocho dan perayaan Hanami di Jepang, perjalanan sebuah grup band rock, keraton Pakubuwana, sejarah warung angkringan sego kucing, candi sukuh, prambanan dengan sendratari Ramayana, profil Gajah Mada, dan masih banyak lagi.
Ragamnya muatan enskiklopedis dalam novel ini di satu sisi memang dapat menambah wawasan pengetahuan pembacanya namun di sisi lain dapat membuat alur cerita dari novel ini menjadi tersendat karena adanya paragraf-paragraf yang menjelaskan tentang hal-hal di atas. Bagi mereka yang menyukai kisah dengan alur kisah yang mengalir dan dramatik kehadiran muatan ensiklopedis dalam novel ini dapat dianggap sebagai hal yang cukup mengganggu.
Sebaliknya bagi mereka yang menyukai novel yang tidak hanya menyuguhkan sebuah drama kehidupan semata novel ini dapat menjadi pilihan terbaik. Kisah dengan muatan budaya, filosofi, sejarah, dan pengetahuan dalam buku ini membuat novel ini sangat baik dibaca oleh para pelajar atau siapa saja dan memiliki rentang keterbacaan yang panjang mulai dari usia remaja hinga dewasa.
Namun terlepas dari semua itu novel ini mendapat sambutan yang baik dari pembacanya. Menurut penulisnya dua minggu sejak diluncurkan novel ini telah dicetak ulang dua kali dan telah dicetak sebanyak 10 rb eks, dan kabarnya novel ini juga mulai dilirik para filmmaker untuk diangkat ke layar lebar.
Yang pasti kisah dalam novel ini membuat kita memahami akan arti kesendirian, kesetiaan,hubungan antara ayah dan anak, pengorbanan, perjuangan hidup, dan cinta ayah yang tak akan pernah berakhir pada anaknya. Dan muatan ensiklopedisnya membuat novel ini menjadi novel yang memberi banyak pengetahuan kepada pembacanya
Dan akhir kata, seperti yang diungkap penulis buku ini kepada harian Media Indonesia bahwa novel ini akan mengingatkan kita semua bahwa pada saatnya manusia memang harus sendiri.
"Karenanya jangan menggantungkan diri pada siapa pun, Semua harus dihadapi sendiri, mandiri, tetapi juga bisa memberi. Kita lahir sendiri, kembali kepada-Nya pun sendiri. Artinya, bersiaplah selalu bertanggung jawab atas kehidupan kita sampai nanti".
Demikian tulis Kirana Kejora di lembar-lembar awal novelnya ini, novel yang mengisahkan tokoh bernama Arjuna Dewanga (Juna) seorang ayah muda yang harus menjadi orang tua tunggal karena ditinggal istri tercintanya yang meninggal saat melahirkan anaknya semata wayang.
Arjuna Dewanga awalnya mungkin tak pernah menduga ia akan menikah muda untuk kemudian menjadi orang tua tunggal. Ketika masih kuliah di Jogya Arjuna berpacaran dengan Keisha Maizuki, gadis Jepang yang sedang mengikuti program penelitian dan pertukaran mahasiswa di jurusan arkeologi FIB UGM. Sayangnya hubungan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. Tidak ingin cinta mereka kandas mereka memutuskan untuk menikah dalam usia muda walau tanpa restu dari orang tua masing-masing.
Pernikahan mereka membuahkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Rajendra Mada Prawira atau kerap dipanggil Mada. Sayangnya Kiesha meninggal saat melahirkan Mada hingga akhirnya Juna harus sendirian mengurus putranya seorang diri dengan dibantu oleh dua orang pembantunya yang setia.
Sepeninggal istrinya, Juna memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama anak dan dua orang pembantunya. Karir Juna sebagai seorang apoteker melejit dan dengan usahanya sendiri ia menjadi eksekutif muda yang sukses yang dengan segala kesibukannya tetap memperhatikan Mada. Juna adalah sosok pria pekerja keras, dengan ketampanan dan kekayaannya ia banyak dikagumi para wanita. Namun tekad Juna sudah bulat, ia memilih tidak menikah dan mengurus Mada sendirian. Ia memilih menjadi seorang ayah sekaligus Ibu yang mencintai dan membesarkan Mada dengan cintanya yang tiada berakhir.
Novel ini menceritakan dengan detail bagaimana Juna membesarkan anaknya mulai dari bayi hingga beranjak remaja dengan segala suka duka dan tantangan-tantangan yang dihadapi seperti bagaimana menghadapi Mada yang sakit, mengantar Mada ke sekolah untuk memperingati hari Ibu, bagaimana Juna menghadapi perubahan- perubahan fisik dan cara berpikir Mada yang mulai menginjak remaja, hingga perjalanan napak tilasnya ke Jogya dan Solo bersama Mada untuk menjejaki tempat-tempat dimana Juna dan Keisha pernah menikmati kebahagiaan sebagai sepasang suami istri.
Tidak banyak konflik yang terjadi di sepanjang novel yang terbagi dalam 46 bab ini. Kalaupun ada konflik antara tokoh-tokohnya semua terselesaikan dalam satu atau bebarapa bab yang dalam setiap babnya hanya menghabiskan 3-5 halaman saja.
Novel ini tidak sekedar menceritakan bagaimana suka duka seorang ayah membesarkan anak semata wayangnya seorang diri dan gambaran cinta seorang ayah terhadap anaknya saja namun novel ini juga kaya dengan muatan-muatan ensiklopedis tentang banyak hal yang membuat pembaca terbuka wawasannya baik secara filosofis maupun pengetahuan.
Seiring perjalanan tokoh Juna dengan Mada yang merupakan tokoh sentral dalam novel ini, penulis memasukkan banyak sekali ragam pengetahuan bagi pembacanya mulai dari filosofi elang dan filosifi baju tradisional Jawa, kota buku Jimbocho dan perayaan Hanami di Jepang, perjalanan sebuah grup band rock, keraton Pakubuwana, sejarah warung angkringan sego kucing, candi sukuh, prambanan dengan sendratari Ramayana, profil Gajah Mada, dan masih banyak lagi.
Ragamnya muatan enskiklopedis dalam novel ini di satu sisi memang dapat menambah wawasan pengetahuan pembacanya namun di sisi lain dapat membuat alur cerita dari novel ini menjadi tersendat karena adanya paragraf-paragraf yang menjelaskan tentang hal-hal di atas. Bagi mereka yang menyukai kisah dengan alur kisah yang mengalir dan dramatik kehadiran muatan ensiklopedis dalam novel ini dapat dianggap sebagai hal yang cukup mengganggu.
Sebaliknya bagi mereka yang menyukai novel yang tidak hanya menyuguhkan sebuah drama kehidupan semata novel ini dapat menjadi pilihan terbaik. Kisah dengan muatan budaya, filosofi, sejarah, dan pengetahuan dalam buku ini membuat novel ini sangat baik dibaca oleh para pelajar atau siapa saja dan memiliki rentang keterbacaan yang panjang mulai dari usia remaja hinga dewasa.
Namun terlepas dari semua itu novel ini mendapat sambutan yang baik dari pembacanya. Menurut penulisnya dua minggu sejak diluncurkan novel ini telah dicetak ulang dua kali dan telah dicetak sebanyak 10 rb eks, dan kabarnya novel ini juga mulai dilirik para filmmaker untuk diangkat ke layar lebar.
Yang pasti kisah dalam novel ini membuat kita memahami akan arti kesendirian, kesetiaan,hubungan antara ayah dan anak, pengorbanan, perjuangan hidup, dan cinta ayah yang tak akan pernah berakhir pada anaknya. Dan muatan ensiklopedisnya membuat novel ini menjadi novel yang memberi banyak pengetahuan kepada pembacanya
Dan akhir kata, seperti yang diungkap penulis buku ini kepada harian Media Indonesia bahwa novel ini akan mengingatkan kita semua bahwa pada saatnya manusia memang harus sendiri.
"Karenanya jangan menggantungkan diri pada siapa pun, Semua harus dihadapi sendiri, mandiri, tetapi juga bisa memberi. Kita lahir sendiri, kembali kepada-Nya pun sendiri. Artinya, bersiaplah selalu bertanggung jawab atas kehidupan kita sampai nanti".
LAMPIRAN
NO
|
KALIMAT
|
HAL
|
KETERANGAN
|
1.
|
"Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun
rintik-rintik, membuat Juna terpaksa meninggalkan taman sebuah Panti Asuhan
di bilangan Tebet Barat itu dengan segera".
|
11
|
Latar Suasana
|
2.
|
"Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun
rintik-rintik, membuat Juna terpaksa meninggalkan taman sebuah Panti Asuhan
di bilangan Tebet Barat itu dengan segera".
|
11
|
Latar Tempat
|
3.
|
"Panti Asuhan Timur Kejora, merupakan tempat
terakhir Mada berbagi".
|
12
|
Latar Tempat
|
4.
|
"Tahun ini, adalah tahun pertama, Juna merayakan
ulang tahun Mada dengan anak-anak panti, tanpa kehadiran putra semata
wayangnya yang sangat di cintai secara sungguh dan penuh itu".
|
12
|
Latar Waktu
|
5.
|
"Senja itu mulai merubung, 10 November
2012".
|
12
|
Latar Waktu
|
6.
|
"Hanya beberapa menit Juna kuat melihat adegan
itu. begitu sampai bait lagu terakhir di nyanyikan hatinya terasa begitu
gamang".
|
14
|
Latar Suasana
|
7.
|
"Dengan dada terasa penuh tusukan ribuan paku
baja membara, panas, sakit, ia menahan tangis dan berkata begitu lirih dengan
menekan perih bibirnya kuat-kuat".
|
14
|
Latar Suasana
|
8.
|
"Juna semakain merasakan kesakitan yang luar
biasa mendengar suara Ricardo dan Friends dengan lagu melegenda, I Love You
Daddy yang secara kebetulan mengudara".
|
15
|
Latar Suasana
|
9.
|
"Di sepanjang jalan Dr. Sahardjo menuju Dr.
Soetomo, ia berusaha menghibur hati dengan mengingat kenangan indah bersama
Mada kecil".
|
17
|
Latar Tempat
|
10.
|
"Sejenak suasana hening. Hujan mulai turun
rintik-rintik, membuat Juna terpaksa meninggalkan taman sebuah Panti Asuhan
di bilangan Tebet Barat itu dengan segera
|
17
|
Alur
|
11.
|
"Malam itu, sepulang dari kantor, wajah
letihnya terasa segar kembali saat ia akan mengganti celana Mada".
|
17
|
Latar Waktu
|
12.
|
"Malam penuh kebodohan, Juna baru sadar
persediaan obat-obatan dirumah sudah menipis, dan penurun panas untuk Mada
pun habis".
|
18
|
Latar Waktu
|
13.
|
"Tengah malam Juna baru terbangun dan segera
merebahkan Mada di tempat tidur".
|
18
|
Latar Waktu
|
14.
|
"Tengah malam Juna baru terbangun dan segera
merebahkan Mada di tempat tidur".
|
18
|
Latar Tempat
|
15.
|
"Juna gembira sekali melihat Mada sudah mau
minum susu di gelas".
|
19
|
Latar Suasana
|
16.
|
"Tak
berapa lama Mbok Jum yang juga turut senang karena Mada sudah mau minum susu
di gelas".
|
19
|
Latar
Suasana
|
17.
|
"Sepontan
Juna kaget dan segera menurunkan Mada dari pangkuannya".
|
20
|
Latar
Suasana
|
18.
|
"Patung
Dirgantara yang terkenal dengan nama Patung Pancoran itu terasa menunjuk
dirinya".
|
21
|
Latar
Tempat
|
19.
|
"Sebuah
mobil mewah namun senja itu pengemudinya merasa tidak gagah, gagal menjadi
pemenang karena dukanya masih begitu dalam".
|
21
|
Latar
Waktu
|
20.
|
"Sebuah
mobil mewah namun senja itu pengemudinya merasa tidak gagah, gagal menjadi
pemenang karena dukanya masih begitu dalam".
|
21
|
Latar
Suasana
|
21.
|
"Juna
keluar dari kamar tergesa-gesa, sambil memakai dasi, bertanya pada Mbok Jum
yang sedang merapikan tas Mada keatas meja belajar majikan kecilnya
itu".
|
22
|
Latar
Tempat
|
22.
|
"Juna
keluar dari kamar tergesa-gesa, sambil memakai dasi, bertanya pada Mbok Jum
yang sedang merapikan tas Mada keatas meja belajar majikan kecilnya
itu".
|
22
|
Latar
Suasana
|
23.
|
"Mada
terdiam, menundukan kepala, air matanya menetesi seragam sekolahnya
|
23
|
Latar
Suasana
|
24.
|
"Senja
kian merubung, langit abu-abu telah menenggelamkan matahari".
|
27
|
Latar
Waktu
|
25.
|
"Langkah
tegap pengemudi mobil yang baru saja turun, menginjak bebatuan jalan setapak
di taman depan rumah yang dihiasi beberapa bonsai mahal".
|
27
|
Latar
Tempat
|
26.
|
"Juna
langsung masuk ke sebuah kamar yang berada di bawah tangga".
|
29
|
Latar
Tempat
|
27.
|
"Bunyi
petir yang menyambar langit menelan malam, membuat Juna terbanggun".
|
33
|
Latar
Waktu
|
28.
|
"minum
teh sore hari dirumah teh yang nyaman dan asri, menjadi salah satu kebiasaan
Juna dan Mada sebagai sarana rekreasi sederhana".
|
37
|
Latar
Waktu
Latar
Tempat
|
29.
|
"Sampai
dikamar Mada, Juna segera menurunkan bocah yang lumayan hyperactive itu dari
punggungnya".
|
40
|
Latar
Tempat
|
30.
|
"Juna
tersenyum kecil membaca tulisan tangan Mada".
|
42
|
Latar
Suasana
|
31.
|
"Lalu
arah pandangannya tertuju pada sebuah foto Mada kecil memakai baju tokoh
pewayangan Gathot Kaca".
|
42
|
Alur
|
32.
|
"Juna
tersenyum lega saat Mbok Jum sudah berada didepan mereka dengan membawa
sebuah baju adat pria dari Jawa Tengah".
|
44
|
Latar
Suasana
|
33.
|
"Juna
menatap haru melihat Mada sedang tiduran menghadap kedinding, dan Mbok Jum
sibuk merayunya. Lalu ita meminta Mbok Jum keluar dari kamar".
|
51
|
Latar
Suasana
Latar
Tempat
|
34.
|
“Sontak kepala juna terasa sangat
pening”.
|
53
|
Latar Suasana
|
35.
|
“Good son. Thanks Mada. Kamu rajin
kumpulkan semua foto-foto yang berserakan di dalam lemari ayah. Kamu merajut
kembali kepingan-kepingan hati ayah yang berantakan......”.
|
54
|
Alur
|
36.
|
“Juna masih kaget dan terpesona
dengan pandangan pertamanya”.
|
59
|
Latar Suasana
|
37.
|
“Juna mempersilahkan keisha masuk
kedalam kamarnya yang lumayan luas”.
|
60
|
Latar Tempat
|
38.
|
“Juna tersenyum lebar menatap wajah
mulus dan bersih perempuan dari negeri matahari terbit itu”.
|
61
|
Latar Suasana
|
39.
|
“Ibu tidak akan merestui! Kalau kamu nekad dengan perempuan Jepang!”.
|
67
|
Latar Suasana
|
40.
|
“Perempuan berusia 44 tahun itu
marahnya meledak!
|
67
|
Latar Suasana
|
41.
|
“Sampai kapanpun ibu tidak akan
merestui! Kalau kamu tetap memlihnya! Silahkan pergi dari rumah ini!
|
67
|
Latar Suasana
|
42.
|
“Ibu Juna langsung masuk ke dalam
kamar, menangis sejadi-jadinya”.
|
67
|
Latar Tempat
Latar Suasana
|
43.
|
“Di musim semi itu, dua insan yang
sedang di mabuk asmara menyusuri yasukuni-dori
di kanda-jimbocho”.
|
73
|
Latar Waktu
Latar Tempat
|
44.
|
“Pernikahan tanpa restu kelarga kedua
belah pihak itu berlangsung di sebuah masjid di daerah Kuningan Karang
Malang”.
|
87
|
Latar Tempat
|
45.
|
“Juna kagum dengan kegigihan dan
segala obsesi keisha”.
|
89
|
Latar Suasana
|
46.
|
“Juna senang dengan nama-nama yang di
siapkan keisha”.
|
90
|
Latar Suasana
|
47.
|
“Tengah malam itu keisha minta Juna
membelikan gudeg langganan mereka’.
|
93
|
Latar Waktu
|
48.
|
“Dengan semangat 45 calon ayah muda
itu makin mempercepat laju vespanya, hingga ia sampai di stasiun Tugu”.
|
94
|
Latar Suasana
Latar Tempat
|
49.
|
“Atap rumah kontrakan mungil nan
bersih di daerah Karang Malang itu terlihat gelap di mata Keisha yang mulai
berkunang-kunang pandangannya”.
|
97
|
Latar Tempat
|
50.
|
“Hingga malam menuju pagi, terdengar rintihan samar-samar
di telinga Juna yang tertidur di karpet,di samping kanan Keisha”.
|
97
|
Latar Waktu
|
51.
|
“Keisha menahan sakit, menatapnya
sambil menggigit bibir”.
|
97
|
Latar Suasana
|
52.
|
“Begitu pintu kamar oprasi terbuka,
Dokter Fanan nampak menatap semua mata yang bertanya dan berharap, menunggu jawaban
baiknya”.
|
98
|
Latar Tempat
Latar Suasana
|
53.
|
“Tak berapa lama tangis Juna
meledak”.
|
99
|
Latar Suasana
|
54.
|
“Juna, lelaki tegar bermata elang itu
bisa menagis hebat karena hatinya terasa begitu berat, merasa kehilangan
sebagian nyawanya”.
|
99
|
Latar Suasana
|
55.
|
“Mbok Jum kesal. Juna mulai jauh dari
mada karena sekian banyak kesibukannya”.
|
103
|
Latar Suasana
|
56.
|
“Malam itu Juna benar-benar lupa
tentang ulang tahun Mada”.
|
104
|
Latar Waktu
|
57.
|
“Malam itu Mbok Jum membukakan pintu
dengan raut wajah kesal dan sedih”.
|
105
|
Latar Suasana
|
58.
|
“Mbok Jum kesal sekali melihat Juna
beberapa bulan terakhir itu selalu pulang malam dalam keadaan mabuk”.
|
105
|
Latar Suasana
|
59.
|
“Pagi itu Juna terbangun karena ada
sebuah tangan mungil menyentuh hidungnya”.
|
106
|
Latar Waktu
|
60.
|
“Maafkan ayah Mada...maaf...”.
|
106
|
Latar Suasana
|
61.
|
“Mbok Jum melihat pemandangan yang
mengharukan itu dari balik pintu”.
|
106
|
Latar Suasana
|
62.
|
“Aru tahu kesedihan Mada. Ia
membentak nesa, mencoba menetralkan suasana”.
|
110
|
Latar Suasana
|
63.
|
“Suasana sekolah semakin sepi, Mada
kesal dan sedih sekali karena Mbok Jum telad menjemputnya”.
|
110
|
Latar Tempat
Latar Suasana
|
64.
|
“Kejadian di sekolah siang itu
membekas di hati mada”.
|
111
|
Latar Suasana
|
65.
|
“Malamnya ia tidak akan tidur sebelum
ayahnya pulang”.
|
111
|
Latar Waktu
|
66.
|
“Malam itu, tepat jam 9 malam, Juna
baru datang dari kantor segera melihat Mada yang sedang tidur-tiduran di
dalam kamar sambil memegang Tamiya terbarunya”.
|
112
|
Latar Waktu
|
67.
|
“Juna kaget dan bingung dengan tanya
Mada”.
|
112
|
Latar Suasana
|
68.
|
“Juna kaget dengan kedatangan Mada di
sisi kiri meja kerjanya malam itu”.
|
113
|
Latar Suasana
Latar Tempat
Latar Waktu
|
69.
|
“Mada lalu merangkul leher Juna,
usahanya malam itu berhasil mengalahkan Juna mengikuti perintahnya tidur!”.
|
114
|
Latar Waktu
|
70.
|
“Di satu sisi Juna senang, Mada bisa
mengekspresikan dengan baik sosok Power Rangers”.
|
114
|
Latar Suasana
|
71.
|
“Pak Ri dan Mbok Jum kaget dengan
teriakan Mada yang telah berdiri di depan mereka dengan membawa sebuah
surat”.
|
118
|
Latar Suasana
|
72.
|
“Bobok sana Mada, sudah malam, besok
kan masuk sekolah hari pertama”.
|
121
|
Latar Waktu
|
73.
|
“Juna tak kuat mendengar tangisan
sedih Mada. Ia tahu anaknya sedang rindu ibunya”.
|
123
|
Latar Suasana
|
74.
|
“Tangis Mada kembali meledak, membuat
Juna hampir pingsan”.
|
123
|
Latar Suasana
|
75.
|
‘Juna melihat Mada mogok sarapan”.
|
127
|
Latar Waktu
|
76.
|
“Tangis Mada meledak, Juna memeluknya
erat, lalu mengangkat, menggendongnya masuk ke dalam kamar”.
|
133
|
Latar Suasana
Latar Waktu
|
77.
|
“Malam itu segera Juna menghapus
semua jejak lukanya”.
|
135
|
Latar Waktu
|
78.
|
“Mada sering bosan dengan
pernyataan-pernyataan sang ayah, yang sebagian kurang di pahaminya”.
|
136
|
Latar Suasana
|
79.
|
“Hari Minggu adalah hari buat Mada”.
|
137
|
Latar Waktu
|
80.
|
“Kita ke Cibubur Plaza ya”.
|
137
|
Latar Tempat
|
81.
|
“Juna tersenyum, ia tahu apa yang
membuat Mada bingung dan merasa malu”.
|
143
|
Latar Suasana
|
82.
|
“Pagi itu mereka berangkat ke hutan
wisata air terjun, Curug Cilember yang juga di kenal dengan nama Curug
Tujuh”.
|
146
|
Latar Waktu
Latar Tempat
|
83.
|
“Mereka tersenyum senang berenang,
dan saling bercanda”.
|
149
|
Latar Suasana
|
84.
|
“Tak berapa lama mereka telah sampai
di kawasan wisata alam”.
|
163
|
Latar Tempat
|
85.
|
“Suasana sejenak hening dan hawa
mulai dingin”.
|
167
|
Latar Suasana
|
86.
|
“Mereka kaget mendengar sebuah suara
dari pohon tepat di depan mereka”.
|
167
|
Latar Suasana
|
87.
|
“Sejenak suasana hening, mereka
terdiam menatap langit yang semakin menghilangkan warna jingganya”.
|
170
|
Latar Suasana
|
88.
|
“Percakapan ringan sore itu di cafe yang terletak di lantai under ground kantor Juna menjadi
serius saat Dean sengaja menawari sesuatu pada Juna”.
|
173
|
Latar Waktu
Latar Tempat
Latar Suasana
|
89.
|
“Dean hanya menggelengkan kepala
melihat kekakuan hati, keras kepala, idealis Juna dalam menyikapi hidup dan
cinta”.
|
179
|
Latar Suasana
|
90.
|
“Ia turun dari sebuah taxi mewah dengan santai menuju
restoran romantis, bagian dari sebuah
homestay”.
|
181
|
Latar Tempat
|
91.
|
“Mada cuek dengan teriak kecemasan
Mbok Jum, ia dengan cepat mengeluarkan mobil dari garasi, dan melajukannya
dengan cepat”.
|
188
|
Latar Suasana
|
92.
|
‘Tak berapa lama, Juna datang dan
masuk ke dalam rumah dengan heran”.
|
188
|
Latar Tempat
|
93.
|
“Di depan pintu garasi, nampak Mbok
Jum dan Pak Ri terus bertengkar hebat, mereka saling menyalahkan”.
|
189
|
Latar Tempat
Latar Suasana
|
94.
|
“Sampai di kawasan Sirkuit Sentul,
Juna menghentikan motornya”.
|
191
|
Latar Tempat
|
95.
|
“Juna tersentak dengan penjelasan
Mada”.
|
194
|
Latar Suasana
|
96.
|
“Suasana mendadak hening sekali. Juna
menatap Mada yang kembali melempar pandangannya keluar cafe”.
|
195
|
Latar suasana
Latar Tempat
|
97.
|
“Malam syahdu, membuat Juna merasa
rindu”.
|
197
|
Latar Waktu
|
98.
|
“Entah mengapa, malam itu ia merasa
kangen sekali dengan Keisha”.
|
198
|
Latar Waktu
Latar Suasana
|
99.
|
“Lalu lintas padat merayap, namun
akhirnya sampai juga mobilnya menginjak lantai garasi rumah”.
|
199
|
Latar Tempat
|
100.
|
“Juna kesal dan penasaran dengan
kalimat pedas Mada”.
|
202
|
Latar Suasana
|
101.
|
“Jarum jam dinding bulat, bermotif
batik itu, sudah menunjukan pukul 00.45 WIB”.
|
205
|
Latar Waktu
|
102.
|
“Suasana menjadi kaku, terasa senyap,
Mada dudu di tepi tempat tidur, menunduk, membuang pandangannya ke lantai
kamar”.
|
207
|
Latar Suasana
Latar Tempat
|
103.
|
“Mada mengampiri ayahnya yang sedang
sibuk di ruang kerja”.
|
227
|
Latar Tempat
|
104.
|
“Mada memecah keheningan malam itu di
ruangan yang berdesain klasik dan serba coklat itu”.
|
228
|
Latar Suasana
Latar Tempat
|
105.
|
“Juna tersedak kaget. Mada semakin
kritis”.
|
231
|
Latar Suasana
|
106.
|
“Juna merasakan hawa yang begitu
segar, aura yang begitu bersih ketika mobilnya masuk ke bumi Yogyakarta”.
|
233
|
Latar Suasana
Latar Tempat
|
107.
|
“Juna buru-buru mencium tangan kanan
Mbah Ngatinah yang basah karena mengusap derasnya air mata yang membentuk
banyak anak sungai di wajah keriputnya”.
|
245
|
Latar Suasana
|
108.
|
“Juna dan Mada segera masuk ke dalam
mobil yang segera dihidupkan Juna dan dibuka kacanya”.
|
245
|
Latar Tempat
|
109.
|
“Namun betapa hebatnya beliau, orang
kecil yang selalu ingin memberi dan memberi”.
|
247
|
Amanat
|
110.
|
“Orang tua harus menyiapkan masa
depan anaknya engan baik, jangan sampai malah menggantungkan hidup ke
anaknya. Orang tua harus bertanggung jawab atas anak-anaknya”.
|
248
|
Amanat
|
111.
|
“Tanpa terasa, mereka sudah sampai di
depan makam. Oak Jiman kaget dengan kedatangan mendadak Juna”.
|
250
|
Latar Tempat
Latar Suasana
|
112.
|
“Juna dan Mada yang pagi itu
sama-sama memakai hem lengan panjang yang terlipat sampai di siku, warna
putih polos dan celana jeans biru tua, nampak serasi dan harmonis ketika
menabur bunga di atas pusaran Keisha”.
|
251
|
Latar Waktu
Latar Tempat
|
113.
|
“Kita makan di Malioboro sambil
jalan-jalan!”.
|
253
|
Latar Tempat
|
114.
|
“Mereka sama-sama tertawa setelah
sadar pilihan mereka sama”.
|
259
|
Latar Suasana
|
115.
|
“Juna tersenyum, sambil berjalan
menujut tempat parkir mobilnya, tak sadar tingkahnya diamati Mada yang tersenyum
senang, mendengar gumam ayahnya”.
|
261
|
Latar Tempat
|
116.
|
“Setelah sampai di depan mesjid,
tanpa banyak bicara lagi, Juna dan Mada sama-sama turun dari mobil”.
|
264
|
Latar Tempat
|
117.
|
“Ok! Malam ini kita makan di
angkringan Lik Man!”.
|
270
|
Latar Waktu
|
118.
|
“Lokasi angkringan Tugu dekat
Malioboro itu memang sangat ramai”.
|
275
|
Latar Tempat
|
119.
|
“Lho
kok kesusu to Pak Juna? Malam
–malam begini cek out”.
|
279
|
Latar Waktu
|
120.
|
“Juna mulai malas menjawab tanya
tidak penting Wuri. Ia mulai risih”.
|
280
|
Latar Suasana
|
121.
|
“Jangan. Jalan Yogya Solo jika malam
kita jalan harus hati-hati”.
|
285
|
Latar Tempat
Latar Waktu
|
122.
|
“Setelah memarkir mobilnya, Juna
mengajak Mada berjalan menuju candi”.
|
291
|
Latar Tempat
|
123.
|
“Malam itu mereka menyaksikan
Sendratari Ramayana di panggung terbuka”.
|
291
|
Latar Waktu
Latar Tempat
|
124.
|
“Tepat pukul 19.30 WIB pertunjukan
Sendratari Ramayana dimulai”.
|
292
|
Latar Waktu
|
125.
|
“Malam itu mereka menginap di sebuah homestay di daerah Kampung Batik
Kauman”.
|
297
|
Latar Waktu
Latar Tempat
|
126.
|
“Pagi itu Juna mengajak Mada sarapan
nasi liwet dan mencicipi serabi solo”.
|
298
|
Latar Waktu
|
127.
|
“Mereka berjalan dari arah Pasar
Gede, melewati alun-alun utara....”.
|
299
|
Latar Tempat
|
128.
|
“Pagi itu cuaca tidak begitu panas,
bahkan terasa sejuk karena rindangnya pohon beringin di sepanjang kiri dan
kanan jalan”.
|
299
|
Latar Waktu
|
129.
|
“Juna cemas, takut Mada berubah
pikiran dan nekad mencari tahu rumah eyangnya”.
|
307
|
Latar Suasana
|
130.
|
“Juna senang melihat Mada menikmati
pengembaraan kecil mereka”.
|
310
|
Latar Suasana
|
131.
|
“Hingga malam itu Juna merasa ada
sesuatu yang kurang”.
|
318
|
Latar Waktu
Latar Suasana
|
132.
|
“Pintu tak juga terbuka. Keringat
dingin mulai membasahi baju putih Juna. Juna kembali mengetuk pintu dengan
keras”.
|
326
|
Latar Suasana
|
133.
|
“Juna gelisah dan gusar berusaha
menghubungi Dean yang tak juga mengangkat teleponnya”.
|
327
|
Latar Suasana
|
134.
|
“Juna marah, memegang kerah baju Dean
di ruang praktek dokter spesialis itu beberapa hari setelah Mada di ambil
darahnya dan harus di rawat inap”.
|
331
|
Latar Suasana
|
135.
|
“Suasana di rumah kayu itu begitu
lengang”.
|
355
|
Latar Tempat
|
136.
|
“Pagi itu mereka sama-sama tidak
masuk kerja. Di teras depan Villa Elang Matahari milik Juna di kawasan Puncak
Pass mereka minum kopi berdua”.
|
355
|
Latar Waktu
Latar Tempat
|
137.
|
“Juna tidak bisa tidur sabtu malam
itu, suasana mendung membuat hatinya mulai sunyi”.
|
345
|
Latar Waktu
Latar Suasana
|
138.
|
“Mada lirih menjawab, dan nampak
memejamkan mata, menahan sakit di kepala yang tiba-tiba kembali menyerangnya”.
|
345
|
Latar Suasana
|
139.
|
“Juna berusaha tersenyum, menyambut
senyum Mada yang dipaksakan”.
|
350
|
Latar Suasana
|
140.
|
“Sirkuit Rorotan Kirana Legecy,
tempat terakhir mereka menjalani kebersamaan”.
|
357
|
Latar Tempat
|
141.
|
“Mada kembali ke Sang Pemilik
sesungguhnya. Ia ikhlas menerima takdirNya, luas melapangkan jalan menujuNya,
tanpa batas menyatakan cintaNya, tak berharap balas akan keputusanNya”.
|
357
|
Alur
Amanat
|
142.
|
“Ya, kita ini punya apa di dunia?
Semua hanya titipanNya”.
|
362
|
Amanat
|
143.
|
“Malam dalam sunyi. Juna kembali
membuka rasa. Ia membaca sebuah buku bersampul batik Sido Mukti, buku hrian
Mada yang berisi beberapa curahan pikir, berbentuk puisi, prosa, mauoun
essai. Semua tulisan tangannya yang rapi itu begitu menarik Juna, namun ada
satu puisi yang sangat disukai Juna”.
|
363
|
Latar Waktu
Alur
|
144.
|
“Juna menutup buku harian Mada, dan
segera merancang sekian rencana indah untuk melaksanakan amanah Mada,
menyelamatkan sekian anak yang bisa jadi harapan negeri”.
|
364
|
Alur
Amanat
|
145.
|
“Juna memilih tinggal di Sabang, kota
di kilometer zero ujung terbarat Indonesia yang berada di Pulau Weh, pulau
vulkanik kecil di barat laut pulau Sumatra”.
|
366
|
Latar Tempat
|
146.
|
“Aku dengan teman-teman MER-C sortir
obat untuk Palestina. Masih sulit masuk ke Gaza. Sekarang aku di Lebanon
Selatan, kota Tyre, Tirus, kota dekat laut”.
|
367
|
Latar Tempat
|
147.
|
“Pada saatnya kita memang harus
sendiri. Maka sebelum saat kesendirian itu tiba, alangkah baiknya kita bisa
memberi dengan hati, berbagi dengan nurani untuk anak-anak yang membutuhkan
kita tanpa melihat mereka siapa dan dari mana asalnya”.
|
367
|
Amanat
|
148.
|
“Arjuna telah memilih kemana rah
membidik panah. Pengembaraan tanpa batas ruang dan waktu, berjalan sesuai
tuntunan kalbu tanpa belenggu”.
|
369
|
Alur
|
Titanium dioxide in food - TITNA-ART
BalasHapusTitanium-arts.com. Home titanium easy flux 125 amp welder · About Us. westcott titanium scissors TINNA-ART. titanium knee replacement TINNA-ART. TINNA-ART. titanium phone case TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. TINNA-ART. titanium 3d printer TINNA-ART.
NoVCasino Casino - NOVCASINO.COM
BalasHapusNoVCasino.com offers a no 토토 deposit bonus of 100% up to €150. งานออนไลน์ No Deposit Bonus is given to new novcasino players only. No deposit www.jtmhub.com bonuses expire